kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Telaah Ketahanan Pangan Indonesia, Yusri Kasim: Indonesia Negeri Agraris

Telaah Ketahanan Pangan Indonesia, Yusri Kasim: Indonesia Negeri Agraris

Selasa, 20 Juli 2021 23:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Salah satu anggota tim penyusunan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) cepat Badan Cadangan Logistik Strategis (BCLS) Provinsi Aceh Yusri Kasim mengatakan, Indonesia sebagai salah satu negara yang menyatakan komitmen untuk melaksanakan deklarasi Roma menerima konsep ketahanan pangan tersebut yang dilegitimasi pada rumusan dalam Undang-Undang Pangan No. 7 tahun 1996.  [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Indonesia adalah negara agraris dengan mayoritas penduduknya yang memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat mendorong perekonomian negara.

Salah satu anggota tim penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) cepat Badan Cadangan Logistik Strategis (BCLS) Provinsi Aceh Yusri Kasim mengatakan, Indonesia sebagai salah satu negara yang menyatakan komitmen untuk melaksanakan deklarasi Roma menerima konsep ketahanan pangan tersebut yang dilegitimasi pada rumusan dalam Undang-Undang Pangan No. 7 tahun 1996. Namun konsep ketahanan pangan di Indonesia telah memasukkan aspek keamanan, mutu dan keragaman sebagai kondisi yang harus dipenuhi dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara cukup, merata serta terjangkau. Salah satu ketahanan pangan kita dikala Covid-19 ini adalah Produktifitas Pertanian. 

"Pertanian menjadi pondasi utama dalam mendorong pembangunan negara Indonesia, caranya dengan menyokong perekonomian dan mendukung usaha ketahanan pangan. Melihat pentingnya perjuangan seorang petani dalam memajukan negara ini, maka mereka adalah pahlawan bagi kita semua " Kata Yusri Kasim,SE, M.SI kepada Media Selasa (20/07/2021). 

Alumni Lemhanas RI tersebut menambahkan bahwa, Ancaman krisis pangan dan malnutrisi dalam kondisi yang sedemikian membatasi akan lebih berdampak buruk terhadap negara-negara Global South (Selatan) daripada negara-negara Global North (Utara). Terlebih jika mempertimbangkan ketimpangan spasial dalam proses akumulasi kapital yang dimotori oleh korporasi agrobisnis transnasional. Jauh sebelum narasi krisis pangan 

Terkait COVID-19 muncul, negara-negara Global South sudah berada dalam posisi genting dalam rantai pasokan global. Adapun Konsep ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Berdasar konsep tersebut, maka terdapat beberapa prinsip yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung terhadap ketahanan pangan (food security), yang harus diperhatikan : 

• Rumah tangga sebagai unit perhatian terpenting pemenuhan kebutuhan pangan nasional maupun komunitas dan individu. 

• Kewajiban negara untuk menjamin hak atas pangan setiap warganya yang terhimpun dalam satuan masyarakat terkecil untuk mendapatkan pangan bagi keberlangsungan hidup. 

• Ketersediaan pangan mencakup aspek ketercukupan jumlah pangan (food sufficiency) dan terjamin mutunya (food quality). 

• Produksi pangan yang sangat menentukan jumlah pangan sebagai kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan. 

• Mutu pangan yang nilainya ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman. 

• Keamanan pangan (food safety) adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan membahayakan keadaan manusia. 

• Kemerataan pangan merupakan dimensi penting keadilan pangan bagi masyarakat yang ukurannya sangat ditentukan oleh derajat kemampuan negara dalam menjamin hak pangan warga negara melalui sistem distribusi produksi pangan yang dikembangkannya. Prinsip kemerataan pangan mengamanatkan sistem pangan nasional harus mampu menjamin hak pangan bagi setiap rumah tangga tanpa terkecuali. 

• Keterjangkauan pangan mempresentasikan kesamaan derajat keleluasaan akses dan kontrol yang dimiliki oleh setiap rumah tangga dalam memenuhi hak pangan mereka. Prinsip ini merupakan salah satu dimensi keadilan pangan yang penting untuk diperhatikan.

"Mempercayakan ketahanan pangan Indonesia ke tangan korporasi agrobisnis bukanlah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah bangsa. Produksi ekonomi kapitalis menciptakan kontradiksinya sendiri, di mana sistem ini membutuhkan tenaga kerja untuk menghasilkan nilai lebih (surplus) namun di saat yang sama membatasi proses reproduksi sosial yang dibutuhkan tenaga kerja untuk menjaga kualitas hidupnya. Dalam kata lain, kesejahteraan petani kecil dihancurkan untuk menjalankan roda bisnis perusahaan," pungkas Yusri. 

"Indonesia perlu mengurangi ketergantungan impor komoditas pokok dan membenahi reforma agraria untuk mendistribusikan kembali kepemilikan tanah demi mencapai ketahanan pangan. Petani kecil harus bekerja di lahan mereka sendiri, antara lain untuk keuntungan ekonomi mereka, yang akan berkontribusi pada kesehatan dan status gizi jangka panjang sehingga mereka mampu terlepas dari jerat lingkaran setan kemiskinan. Upaya ini juga mendukung kemampuan Indonesia untuk secara bertahap mencapai kedaulatan pangan melalui sirkuit produksi dan distribusi pangan yang lebih lokal. Dalam usaha kesejahteraan sosial, program-program," tutup Yusri Kasim. (*)

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda