Senin, 29 September 2025
Beranda / Berita / Aceh / Temuan 450 Tambang Ilegal, Praktisi Hukum Desak Gubernur Evaluasi Tim Gakkum

Temuan 450 Tambang Ilegal, Praktisi Hukum Desak Gubernur Evaluasi Tim Gakkum

Senin, 29 September 2025 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Praktisi hukum sekaligus tenaga pengajar Universitas Islam Aceh, Zulfikar Muhammad, S.H., M.H. [Foto: Doc pribadi/Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Bireuen - Praktisi hukum sekaligus tenaga pengajar Universitas Islam Aceh, Zulfikar Muhammad, S.H., M.H., menanggapi serius pernyataan Gubernur Aceh yang baru-baru ini memerintahkan seluruh alat berat keluar dari kawasan hutan. Ia menyambut baik kebijakan tersebut, namun mengingatkan agar langkah itu tidak berhenti sebagai “gertak sambal” semata.

“Pernyataan gubernur kami sambut baik dan membanggakan. Tapi untuk kebijakan sebesar ini, langkah awal yang harus ditempuh adalah mengevaluasi perangkat daerahnya sendiri, khususnya tim Gakkum yang digerakkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK),” ujar Zulfikar kepada Dialeksis saat dihubungi, Senin (29/9).

Zulfikar menilai merebaknya 450 titik tambang ilegal di Aceh tidak terlepas dari lemahnya birokrasi pemerintah. Ia menduga ada pembiaran, baik secara langsung maupun tidak, yang membuat aktivitas penambangan ilegal terus menjamur.

“Kehadiran ratusan tambang liar ini tidak bisa dilepaskan dari bobolnya birokrasi. Karena itu, gubernur harus berani mengevaluasi DLHK Aceh agar tidak diisi oleh ‘pasukan teubok kapai’, alias yang justru membocorkan kapal dari dalam,” tegasnya.

Lebih lanjut, Zulfikar menyoroti sederet kasus yang menunjukkan lemahnya penegakan hukum lingkungan di Aceh. Antara lain, kasus penyerobotan HGU Dayah Abu Tanoh Mirah oleh perusahaan tanpa kejelasan, dugaan perambahan hutan di Peudada, Bireuen, pencemaran udara akibat sumur tua Medco, hingga dugaan manipulasi data terkait sumur minyak oleh BPMA.

“Semua kasus ini memperlihatkan kelemahan serius dari DLHK dan tim Gakkum. Jika pintu awal penjagaan hutan bobol, mustahil penambangan liar bisa dicegah. Pemerintah hanya akan terjebak seperti ‘bu drop darut’: ditertibkan di satu titik, tapi muncul lagi di tempat lain,” ujarnya.

Meski kritis, Zulfikar menegaskan dukungannya terhadap langkah politik Gubernur Aceh dalam melindungi hutan dan sumber daya alam. Namun ia menekankan, gebrakan itu harus diikuti dengan kerja taktis dan strategis aparat di lapangan.

“Gubernur sudah menggebrak meja, tapi itu harus dibarengi gebrakan bawahannya. Jangan sampai niat baik ini berubah menjadi hisapan jempol belaka,” pungkas Zulfikar manta Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
bpka - maulid