Terkait Anak Korban Rudapaksa, Ketua Komisi V DPRA Sampaikan Efek Jera Untuk Pelaku
Font: Ukuran: - +
Reporter : Alfi Nora
Ketua Komisi V DPRA, M Rizal Falevi Kirani [For Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kisah traumatis yang dialami korban rudapaksa, sebut saja namanya Bunga (11) di Aceh Besar kian memilukan banyak pihak.
Pasalnya, ketika gelar perkara dengar keterangan saksi korban yang digelar di Mahkamah Syari'yah, Jantho, Aceh Besar, Selasa (26/1/2021) sore, korban tak bisa berhadir lantaran masih trauma dengan dengan pelaku kekerasan seksual yang berasal dari dua orang terdekat korban, yakni ayah dan pamannya sendiri.
Karena tak berhadir, kemudian hakim memutuskan untuk memutar video testimoni korban yang sebelumnya direkam oleh petugas kejaksaan.
Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Muhammad Rizal Falevi Kirani, ia mengatakan kejadian ini sudah berulang-ulang terjadi di Aceh. Kejadian ini harus ada ketegasan hukum.
"Para tersangka itu betul-betul diadili dan harus mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan ini tidak boleh ada pihak-pihak yang coba memainkan dengan ini," ujarnya saat dihubungi Dialeksis.com, Kamis (28/1/2021).
Ini merupakan isu yang memang butuh perhatian semua pihak, apalagi ini kejadian di Aceh Besar yang dilakukan oleh orang terdekat korban.
"Kita harap ini menjadi pelajaran bagi orang-orang tersangka lainnya yang ingin melakukannya kedepan, pihak pengadilan dan aparatur hukum itu harus betul-betul menjalankan fungsinya dan ketegasan dalam hukum," tegasnya.
Menurutnya, kalau semua alat bukti sudah terpenuhi, tidak perlu waktu yang lama untuk menyesuaikan tahapan pengadilan yang ada dan harus segera dihukum.
"Jika sudah terbukti bersalah, kita berharap pengadilan objektif dan terus menghukum pelaku pedofil-pedofil seperti itu," kecamnya.
Menurut Rizal, hukuman yang paling pantas untuk pelaku kekerasan dan pelecehan seksual pada anak di bawah umur itu harus dengan hukuman yang paling berat.
"Kalau cambuk di kelamin itu nggak berat, kalau perlu digasi kembali seperti kambing biar nggak bisa melakukan hubungan seksual lagi itu," kata Rizal.
Selain itu, ia juga mengatakan dalam Qanun Jinayah juga sudah diatur hukuman untuk para pelaku pencabulan, jika qanun tersebut harus direvisi karena melihat ada banyak sekali keringanan-keringanan terhadap pelaku, maka pihaknya akan merevisi.
"Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2021 belum ada pemerintah yang mengusulkan untuk merevisi qanun tersebut, tidak mungkin kan semua qanun harus diinisiatif oleh DPRA," pungkasnya.