kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Testimoni Para Pihak Dukung dan Tidak Dukung Qanun LKS Direvisi

Testimoni Para Pihak Dukung dan Tidak Dukung Qanun LKS Direvisi

Senin, 15 Mei 2023 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bakal merevisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Revisi merupakan buntut kekacauan dan lemahnya pelayanan bank syariah yang ada di Aceh yang diperparah erornya layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) berapa hari belakangan ini. Hal itu menurut DPRA sangat menyulitkan masyarakat yang selama ini menjadikan bank syariah sebagai tumpuan untuk bertransaksi.

Sejak gangguan itu, banyak pihak meminta kepada pemerintah pusat untuk mengembalikan bank konvensional untuk beroperasi kembali di Aceh, di samping adanya bank syariah.

Berdasarkan informasi yang dirangkum Dialeksis.com, dari sejumlah narasumber yang diwawancarai Reporter Dialeksis terdapat beragam pendapat terhadap wacana revisi Qanun LKS, ada yang mendukung dan menolak direvisi.

Dukung Revisi Qanun LKS

Pertama, dukungan untuk merevisi Qanun LKS datang dari Politisi Aceh yang juga mantan anggota DPRA, Kautsar. Menurutnya, melihat masalah yang dihadapi rakyat Aceh saat ini terkait macetnya sistem BSI, Pemerintah dan DPR Aceh perlu melakukan terobosan mengevaluasi Qanun Lembaga Keuangan Syariah dengan membenarkan kembalinya Bank Konvensional ke Aceh.

Kedua, dari kalangan pengusaha juga ikut menyuarakan agar Qanun LKS direvisi, Yaitu Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh Muhammad Iqbal mendukung DPR Aceh untuk merevisi Qanun LKS. Menurut Iqbal, revisi Qanun LKS ini sudah menjadi kebutuhan bersama.

Selanjutnya, Ketua Umum Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Provinsi Aceh, Nurchalis, mendukung revisi Qanun LKS, dan harus dikaji yang komprehensif dalam melakukan revisi tersebut.

Menurut Nurchalis, revisi Qanun LKS tidak boleh hanya dilakukan sepihak-pihak tanpa melibatkan stakeholder terkait.

Erornya layanan BSI juga berdampak terhadap penjual emas di toko New Sinar Murni di Banda Aceh. Yadi mengatakan dampak akibat gangguan BSI beberapa hari yang lalu membuat penjualan emas menurun. Dirinya mengaku tidak bisa melakukan transaksi kepada pembeli yang datang dan kliennya di luar Aceh.

Yadi menuturkan bahwa dirinya mendukung wacana untuk merevisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang akan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh.

Menurutnya, kehadiran bank konvensional bisa mendorong peningkatan perekonomian Aceh. 

Tak hanya itu, gangguan layanan yang dialami BSI akibat juga membuat para pelaku usaha penjualan telepon seluler (ponsel) di Aceh mengeluh karena mengganggu transaksi jual beli ponsel.

Salah seorang pedagang ponsel, Amir mengaku karena selama ini transaksi di tokonya hanya menggunakan BSI saja sehingga saat terjadi gangguan itu tidak bisa melakukan transaksi sama sekali. Hal ini berimbas pada sepinya penjualan ponsel dalam beberapa hari sejak peristiwa itu.

Karena itu, dia meminta agar bank konvensional harus beroperasi lagi di Aceh karena supplier mereka bukan orang Aceh saja karena barang diambil dari luar Aceh.

Selanjutnya, Ketua Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Aceh, Fakhrurazi mengatakan merevisi Qanun LKS bukan berarti mengkebiri sistem keuangan Syariah di Aceh, akan tetapi melakukan evaluasi yang berguna tercapainya kebijakan yang optimal. Apalagi kebijakan tersebut terkait dengan pelayanan publik, sehingga peraturan pemerintah tidak merugikan masyarakat.

"DPRA dan Pemerintah Aceh sudah sepatutnya untuk mempertimbangkan opsi dibukanya kembali layanan Bank konvensional di Aceh sebagai salah satu pilihan bagi masyarakat Aceh," jelasnya.

Pihak Tidak Mendukung Revisi Qanun LKS

Dari para pihak yang mendukung qanun LKS direvisi, terdapat juga pandangan berbeda dari berbagai pihak bahwa merevisi Qanun LKS tidak tepat di saat gangguan yang terjadi pada BSI.

Pertama, menurut Pengamat kebijakan publik Dr Nasrul Zaman menilai upaya yang dilakukan oleh DPRA dan Pemerintah Aceh untuk merevisi Qanun LKS salah kaprah.

Menurut Dr Nasrul, respon cepat DPRA dan Pemerintah Aceh terhadap persoalan transaksi keuangan di BSI menunjukkan bahwa tidak memiliki kemampuan yang cukup dan cenderung kurang sigap dalam mengatasi masalah transaksi keuangan yang terjadi di BSI.

Selanjutnya, Mantan Wakil Ketua MPR RI sekaligus tokoh masyarakat Aceh, Ahmad Farhan Hamid tidak sependapat jika Qanun LKS direvisi. Menurutnya, mesti dilakukan kajian yang komprehensif.

"Mesti ada kehadiran 3 pihak yaitu pelaku pengguna jasa perbankan, akademisi, ulama yang bisa menilai tingkat halal haram perbankan," ujarnya.

Selain itu, Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh Dr Muhammad Yusran Hadi, Lc,MA menyayangkan sikap ketua DPRA Saiful Bahri mengenai rencana DPRA untuk merevisi Qanun LKS agar bank konvensional bisa beroperasi kembali di Aceh.

Menurutnya, jika saat ini masih ada kekurangan dalam sistem dan manajemen perbankan syariah, maka itu hal yang wajar, karena implentasi syariat ini berproses dan bertahap dilakukan untuk menjadi lebih baik.

Namun demikian, perlu dievaluasi dan diperbaiki kekurangan tersebut secara bertahap agar sistemnya lebih islami dan pelayanannya lebih baik dan memuaskan.

Sementara menurut Ketua KNPI Banda Aceh Nasrul Hadi mengatakan, hal ini merupakan langkah mundur dan bentuk kelatahan DPRA. Apalagi hanya masalah teknis yang terjadi pada BSI namun mengharuskan revisi Qanun LKS.

Dia menyebutkan meski kejadian gangguan sistem BSI beberapa waktu lalu telah mengganggu transaksi ekonomi di Aceh, namun merevisi Qanun LKS bukanlah solusinya.

Nasrul menyebutkan seharusnya DPRA memikirkan bagaimana penerapan Qanun LKS di Aceh berjalan efektif. Sehingga dengan hadirnya Lembaga Keuangan Syariah di Aceh akan meningkatkan penguatan ekonomi dan mensejahterakan masyarakat Aceh. Apalagi qanun LKS ini merupakan keistemewaan bagi Aceh. [nor]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda