Tindak Pidana Korupsi Mandek, GeRAK Aceh Barat Surati DPR RI
Font: Ukuran: - +
Reporter : Roni
Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syah Putra. [IST]
DIALEKSIS.COM | Meulaboh - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat menemukan sejumlah kasus penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi yang mandek dan tidak menemukan titik terang sepanjang 2019-2020.
"Padahal beberapa kasus tersebut sudah dalam proses penyelidikan pihak penegak hukum, baik di Polres maupun di Kejaksaan Negeri Aceh Barat," jelas Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syah Putra kepada Dialeksis.com, Sabtu (17/10/2020).
Beberapa hal yang dilakukan monitoring oleh GeRAK Aceh Barat dan dilaporkan agar segera ditindaklanjuti penanganannya. Pertama, Bahwa kami mendesak pihak Polres Aceh Barat dan Kejaksaan Negeri Aceh Barat untuk dilakukan pemanggilan oleh pihak Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia untuk meminta penjelasan atas laporan yang telah kami sampaikan sebelumnya.
Yakni terkait proyek pembangunan Jalan Lintas Meulaboh-Tutut tahun 2017 dengan nilai pagu anggaran mencapai Rp 5.7 miliar bersumber dari Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan diketahui bahwa pengusutan proyek itu saat ini sudah ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat setelah berkoordinasi dengan Polres Aceh Barat.
Selanjutnya, penanganan perkara pengadaan bibit pinang betara tahun 2018 dengan nilai RP 2,8 miliar yang juga ditangani oleh Kejaksaan setempat setelah berkoordinasi dengan Polres Aceh Barat.
Kedua, GeRAK Aceh Barat menemukan indikasi kerugian negara atas atas proyek Peningkatan Jalan Batas Pidie-Meulaboh dengan satuan kerja berada dibawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Acehdengan nilai anggaran Rp. 14 miliar 780 juta yang dikerjakan oleh PT. GRAMITA EKA SAROJA.
Hal ini sebagaimana monitoring kami dilapangan paska mendapatkan laporan masyarakat semenjak Febuari 2020 dan juga mendesak aparat penegak hukum untuk menanganinya.
Padahal diketahui bahwa proyek peningkatan jalan batas Pidie-Meulaboh tersebut baru saja selesai dikerjakan akhir 2019 lalu, dan kemudian diketahui sudah terkelupas dan berlubang Kembali.
"Begitu juga dengan drainase yang sudah hancur. Dan hingga saat ini, kami tidak menemukan keseriusan dari pihak penegak hukum untuk melakukan penyelidikan guna mendalami atas dugaan potensi kerugian negara terkait proyek jalan tersebut," ujar Edy Syah Putra.
Ketiga, selain bertujuan mewujudkan keamanan dalam negeri, point dari Pasal 4 Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
"Atas hal tersebut kami menduga ada pengabaian tertib dan tegaknya hukum dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh tim Polres Aceh Barat di Hotel Meuligo, Aceh Barat," ungkap Koordinator GeRAK Aceh Barat itu.
"Operasi tangkap tangan tersebut terjadi pada Rabu, 19 Juni 2019 dan turut mengamankan uang sebanyak Rp 900 juta dari total Rp 1,7 miliar," tambahnya.
Ia melanjutkan, Kapolres menyebutkan, kasus OTT Bimtek sudah dilimpahkan, sementara Kejari menyebutkan belum Ada.
"Atas hal tersebut kami menduga ada upaya untuk 'mengkaburkan' kasus OTT Bimtek tersebut," ujar Edy.
Keempat, hasil monitoring GeRAK Aceh Barat dari perkembangan kasus, diketahui bahwa OTT Bimtek sudah dilakukan penyidikan (SPDP) perkara tindak pidana korupsi dari Polres Aceh Barat Tahun 2019-2020 tertanggal 5 Juni 2020 yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus.
"Dalam SPDP tersebut diketahui untuk adanya Tersangka atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pada Kegiatan Pelaksanaan Bimbingan Teknis T.A 2019. Untuk itu kami meminta agar Komisi III DPR RI untuk melakukan pemanggilan terhadap Kapolres Aceh Barat dan Kajari Aceh Barat guna memberikan keterangan resmi atas penangaan kasus tersebut," pungkasnya.