Tingginya Ancaman Bencana di Aceh, Pemerhati Lingkungan Sebut Akibat Salah Urus Pengelolaan SDA
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Pemerhati Sosial dan Lingkungan Aceh, TM Zulfikar. [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mencatat 418 kejadian bencana alam melanda wilayah provinsi tersebut selama tahun 2023 dengan total kerugian mencapai sekitar Rp430 miliar.
Pemerhati Sosial dan Lingkungan Aceh, TM Zulfikar mengatakan ancaman bencana di Aceh pada setiap tahunnya masih tergolong besar, meskipun sedikit terjadi penurunan dibandingkan tahun 2022 dimana bencana yang terjadi sebanyak 469 kali, namun hal ini tidak dapat dikatakan sebagai sesuatu yang menggembirakan dan tetap harus terus diwaspadai bersama.
“Besarnya ancaman bencana yang masih terjadi seharusnya menjadi dasar bagi kita di Aceh untuk terus memprioritaskan pengurangan risiko dalam pengelolaan bencana. Pengurangan risiko bencana difokuskan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat yang hidup di di daerah rawan bencana,” jelasnya kepada Dialeksiss.com, Minggu (7/1/2024).
Akademisi pada Prodi Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah (USM) itu menjelaskan, dari berbagai kejadian bencana yang ada, jelas terlihat bahwa telah terjadi kesalahan urus dalam pengelolaan sumber-sumber kehidupan rakyat.
“Terlihat sekali bahwa tidak ditempatkannya kerawanan dan kerentanan terhadap bencana dalam segenap aspek kehidupan. Sehingga hampir bisa dipastikan, perencanaan pembangunan yang dilakukan di Aceh belum memperhitungkan secara baik dampak yang akan terjadi. Termasuk risiko bencana tentunya,” terangnya.
Di samping, Zulfikar membeberkan bahwa pengambilan manfaat dari sumber daya alam belum memperhitungkan dampak secara ekologis serta sosial, namun dilakukan secara ngawur berdampak buruk terhadap semua aspek kehidupan.
Pembangunan yang salah kaprah itu, kaya dia, telah menyebabkan berbagai degradasi dan kerusakan lingkungan.
“Kejadian bencana demi bencana yang terjadi seperti tak berujung dan akhirnya berlanjut pada pada semakin terpuruknya tatanan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, kemiskinan, pengungsi, ketidakberdayaan, wabah penyakit, meningkatnya kejahatan dan konflik serta penyakit sosial lainnya,” ucapnya.
Peristiwa terjadinya 105 kali kejadian Banjir, 149 Kebakaran dalam Setahun Selama tahun 2023, kebakaran pemukiman yang masih terus mendominasi dengan mencapai 149 kejadian, menyebabkan dampak kerugian sekitar Rp87 miliar. Bencana banjir tercatat sebanyak 105 kejadian, yang merusak 8.047 rumah, delapan jembatan, 15 tanggul, dan 4.838 hektare sawah. Total pengungsi akibat banjir mencapai 24.252 orang.
“Jumlah bencana itu masih merupakan kabar dan kejadian buruk yang masih harus diterima oleh rakyat Aceh,” ucapnya.
Hal ini, menurut Zulfikar, perlu menjadi perhatian kita semua, bahwa bahaya (ancaman) dan kerentanan dapat menjadi bencana jika terjadi pemicu bencana. Ketidak siapan, baik warga atau pemerintah serta actor lainnya akan sangat menentukan besaran dampak bencana. Penderitaan warga yang terkena dampak bencana akan bertambah ketika standar penanganan bencana tidak diterapkan dan ditempatkan sebagai hak yang harus dipenuhi.
Di samping itu, sebutnya, upaya bersama dari masyarakat, pemerintah, dan lembaga penanggulangan bencana memang menjadi salah satu kunci keberhasilan.
Ke depan, kata dia, tantangan akan tetap ada. Perubahan iklim global menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana alam. Oleh karena itu, perlu terus ditingkatkan upaya adaptasi dan mitigasi untuk menghadapi situasi yang semakin kompleks. Proses pemulihan pasca-bencana menjadi tahapan krusial dalam membangun kembali Aceh.
“Hal terpenting dan masih terabaikan adalah penanganan bencana seharusnya menjadikan kondisi dan warga terkenan dampak bencana menjadi lebih baik, lebih kuat dan lebih siap dalam menghadapi ancaman dan dampak bencana selanjutnya,” pungkasnya.