DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Komisi Informasi Aceh (KIA), Junaidi, menegaskan Keterbukaan informasi publik di tingkat gampong.
Dalam hal ini, pemerintah gampong merupakan badan publik yang wajib membuka informasi terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) serta laporan pertanggungjawaban penggunaan dana desa kepada masyarakat secara berkala.
Junaidi menyebutkan, publikasi informasi APBG bisa dilakukan melalui website resmi gampong, baliho, atau media cetak lain yang mudah diakses oleh warga.
Ia menekankan pentingnya pendekatan visual dan praktis agar informasi itu sampai ke masyarakat, tidak hanya disimpan dalam dokumen.
"Keterbukaan semacam ini bisa meningkatkan partisipasi warga dalam pengawasan pembangunan desa, dan pada saat yang sama, mendorong transparansi serta akuntabilitas para aparatur gampong," ucapnya kepada dialeksis.com, Jumat (1/8/2025).
Agar layanan informasi publik lebih terstruktur, Komisi Informasi Aceh mendorong setiap gampong di Aceh untuk membentuk PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi). Pejabat ini biasanya ditunjuk oleh keuchik dan berasal dari unsur sekretaris desa (sekdes) atau perangkat gampong lainnya.
“Tugas PPID adalah memberikan informasi yang dibutuhkan warga, sepanjang informasi itu tidak termasuk dalam kategori yang dikecualikan,” jelas Junaidi.
Dasar hukum pembentukan PPID Gampong ini mengacu pada Peraturan Komisi Informasi (PERKI) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi Publik Desa.
Aturan ini mengatur jenis informasi yang wajib diumumkan, informasi yang harus tersedia setiap saat, dan informasi yang bisa diakses berdasarkan permintaan.
Komisi Informasi Aceh bukan hanya sekadar memberi imbauan. Lembaga ini memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa informasi, termasuk di tingkat desa.
Junaidi mengungkapkan bahwa KIA pernah menerima pengaduan dari warga yang tidak bisa mengakses data penggunaan dana desa.
“Kami sudah pernah memeriksa dan memutus perkara seperti itu. Putusan lengkapnya bisa diunduh di website resmi kami,” kata Junaidi.
Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa warga semakin sadar akan haknya untuk tahu, namun juga mengindikasikan masih lemahnya komitmen keterbukaan di sejumlah gampong.
Melihat masih banyaknya desa yang belum memiliki PPID dan belum menerapkan standar layanan informasi publik, KIA berencana menjalin kerja sama strategis dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh.
“Kami ingin mendorong DPMG untuk menghimbau seluruh gampong menetapkan standar layanan informasi dan membentuk PPID. Kalau perlu, kita buat MoU,” jelas Junaidi.
MoU itu nantinya akan menjadi dasar pelatihan teknis, bimbingan langsung, dan penguatan tata kelola informasi publik di gampong.
Tak hanya DPMG, KIA juga akan mengajak Diskominsa Aceh lembaga yang menangani sistem informasi dan komunikasi publik di provinsi untuk berkolaborasi dalam penguatan infrastruktur layanan informasi publik hingga ke tingkat desa.
"Jika Anda warga desa dan kesulitan mengakses informasi penggunaan dana desa, Anda dapat mengajukan permohonan informasi langsung ke kantor gampong, dan bila tidak direspons sampai batas waktu tertentu sesuai UU, maka dapat mengajukan Proses Penyelesaian Sengketa Informasi ke Komisi Informasi Aceh. Panduan lengkap dan form permohonan tersedia di situs resmi: www.komisiinformasi.acehprov.go.id," ujarnya.
Keterbukaan informasi bukan sekadar prosedur administratif, melainkan bagian dari demokrasi dan partisipasi publik. Di tingkat gampong, hal ini menjadi sangat penting karena langsung menyentuh kebutuhan warga dan menyangkut kepercayaan publik terhadap aparatur desa.
“Warga berhak tahu. Itu prinsip dasar. Kalau kita ingin membangun desa yang kuat dan jujur, maka informasi publik harus dibuka seluas-luasnya,” tutup Junaidi. [nh]