Tokoh Agama dan Tokoh Adat Dukung Pemenuhan Hak Anak di Aceh
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - UNICEF Perwakilan Aceh Bersama MPU Aceh melaksanakan Kegiatan Workshop Peran Tokoh Agama dan Tokoh Adat di Aceh dalam upaya pemenuhan hak anak dan penyelesaian masalah anak Aceh di Aula MPU Aceh, Sabtu, (5/10/2019). Kegiatan ini dihadiri oleh tokoh agama dan tokoh adat dari 8 kabupaten/kota di Aceh, diantaranya Sabang, Aceh Jaya, Singkil, Simelue, Gayo Lues, Aceh Selatan, Pidie dan Nagan Raya. Selain itu, hadir pula perwakilan dari Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Aceh, Biro Isra, dan beberapa lembaga swadaya dan tokoh masyarakat yang konsen terhadap program anak dan perempuan.
Kegiatan workshop ini merupakan bentuk dari salah satu upaya bersama dalam meningkatkan pemahaman tokoh adat dan tokoh agama mengenai situasi pemenuhan hak anak di Aceh, serta mencari solusi dan menjawab tantangan dalam pemenuhan Hak Anak di Aceh.
Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali saat membuka acara tersebut mengatakan Aceh sudah melahirkan beberapa Qanun yang berpihak pada anak, seperti Qanun No. 8/2008 tentang Pelestarian Adat di Aceh yang didalamnya terdapat pasal-pasal tentang Perlindungan Anak, Qanun No. 11/2008 tentang Perlindungan Anak, dan Qanun Aceh No. 8/2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah Aceh. Dia berharap bahwa pemenuhan hak anak merupakan tanggung jawab semua pihak, termasuk tokoh agama dan tokoh adat.
"Berbicara tentang anak, kita berbicara tentang masa depan. Anaklah yang akan mengisi kehidupan di dunia kelak. Anak Aceh itu harus sehat secara akhlak, aqidah, tangguh dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan sejahtera," kata Tgk. Faisal, seperti keterangan Direktur Flower Aceh Riswati dalam siaran pers nya hari ini, Sabtu, (5/10/2019).
Sementara itu Muhammad Afrianto Kurniawan mewakili UNICEF Perwakilan Aceh mengatakan bahwa UNICEF bekerja sama dengan Pemerintah Aceh mendukung upaya pememuhan hak anak, diantaranya penurunan angka malnutrisi / stunting di Aceh dan pencegahan kekerasan terhadap anak.
Berdasarkan Konvensi Hak Anak PBB tahun 1989 dan Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pemenuhan hak anak merupakan tanggung jawab setiap pihak, yaitu orang tua, keluarga, pemerintah daerah, dan setiap unsur masyarakat, termasuk di dalamnya tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat lainnya yang harus dihormati, dipenuhi, dilindungi dan dijamin pemenuhannya.
Hendra Lesmana Koordinator Program Flower Aceh selaku mitra pelaksana kegiatan melaporkan bahwa kegiatan yang di hadiri oleh MPU, MAA, dan berbagai unsur terkait pemenuhan hak-hak anak berjalan lancar.
"Harapan kita kegiatan ini mampu membangun pemahaman akan pentingnya peran bersama dalam pemenuhan hak anak di Aceh," ujar Hendra.
Dalam acara itu terungkap berbagai permasalahan terkait hak anak saat ini sudah cukup mengkhawatirkan. Aceh tercatat memiliki angka balita stunting ketiga terbanyak di Indonesia. Stunting disebabkan oleh beberapa faktor yang langsung berkaitan dengan gizi ibu hamil hingga 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sanitasi dan akses air bersih, penyakit infeksi berulang, hingga ketersediaan pangan dan kondisi sosial ekonomi. Selain itu, rendahnya cakupan imunisasi pada anak di Aceh berisiko menyebabkan infeksi berulang dan wabah Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) karena tidak adanya kekebalan kelompok di masyarakat. Di lain pihak, kasus kekerasan terhadap anak di Aceh juga cukup tinggi, bahkan angkanya merupakan yang tertinggi ketiga di seluruh provinsi di Pulau Sumatera, dengan kasus kekerasan seksual pada anak menjadi jenis kasus yang paling banyak dilaporkan.