kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Tolak Revisi UU Penyiaran, Wartawan di Aceh Geruduk Kantor DPRA

Tolak Revisi UU Penyiaran, Wartawan di Aceh Geruduk Kantor DPRA

Senin, 27 Mei 2024 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Seratusan Jurnalis di Aceh menggelar aksi dalam rangka menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah, di depan Kantor DPR Aceh, Senin (27/5/2024).  [Foto: Nora/Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seratusan Jurnalis di Aceh menggelar aksi dalam rangka menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah, di depan Kantor DPR Aceh, Senin (27/5/2024). 

Para jurnalis tersebut tergabung dalam berbagai organisasi diantaranya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Aceh, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh. 

Salah satu orator, Rahmat Fajri mengatakan, revisi UU Penyiaran bertolak belakang dengan semangat reformasi dan demokrasi yang diperjuangkan selama ini. 

“Jika RUU Penyiaran disahkan, maka nantinya dapat dijadikan sebagai alat untuk mengontrol, membungkam, dan menghambat kerja-kerja jurnalistik,” ucapnya saat menyampaikan orasi. 

Khusus Pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 2c bertentangan dengan Pasal 4 Ayat 2 UU Pers yang menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

Fajri menyebutkan pasal-pasal bermasalah dalam revisi UU Penyiaran ini meliputi, ancaman kebebasan pers lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI (Pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 2c).

Kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial. Hal ini akan mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet. Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM (Pasal-pasal 34 sampai 36). 

Selanjutnya, pembungkaman kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik (Pasal 50 B ayat 2K).

Seratusan Jurnalis di Aceh menggelar aksi untuk menolak Revisi UU Penyiaran di depan Kantor DPRA. [Foto: Nora/Dialeksis.com]

Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbuikan keonaran, Pasal 14 dan Pasal 15 pada UU No 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat (1) tentang pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada 21 Maret 2024 lalu. Mengapa poin kabar bohong dan pencemaran nama baik masuk kembali di RUU Penyiaran?

Untuk itu, para jurnalis meminta DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

Para massa aksi juga meminta pemerintah tidak mengangkangi semangat reformasi dengan melemahkan kerja-kerja pers melalui kebijakan yang mengekang kemerdekaan pers.

Di samping itu, meminta DPRA mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Penyiaran dan mengirimkan pernyataan tersebut ke DPR RI. [nr]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda