kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Unggulkan Kaum Lelaki jadi Pemimpin Dinilai Diskriminasi Terhadap Wanita

Unggulkan Kaum Lelaki jadi Pemimpin Dinilai Diskriminasi Terhadap Wanita

Kamis, 09 Februari 2023 23:55 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana

Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati sampaikan upaya mengunggulkan laki-laki yang hanya bisa jadi pemimpin itu merupakan diskriminasi juga bagi kaum perempuan.

Ia mengatakan, perempuan penting terlibat dalam pemilu supaya suara dan harapan perempuan bisa diakomodir dan direalisasikan. Sebagai pemilih, suara perempuan akan berpengaruh pada pemimpin yang akan dipilih. Maka, penting memahami perspektif, kapasitas, dan komitmen kandidat pemimpin dalam pemilu. 

Sementara itu, partisipasi aktif perempuan dalam struktur strategis baik sebagai pimpinan atau posisi penting lainnya mampu memperjuangkan kebutuhan dan harapan perempuan secara langsung. Demokrasi hanya akan terwujud jika semua pihak terlibat aktif tanpa ada diskriminasi.

Lanjutnya, meski UU pemilu telah mensyaratkan jumlah minimum perempuan 30% dalam pencalonan, tetapi faktanya dalam seluruh periode pemilu sejak 1999. Persentase perempuan yang terpilih tidak pernah beranjak dari sekitar 20%.  

Catatan kritis dari Forum Belajar Capacity Building (FBCB) yang merupakan forum penguatan kapasitas bagi 15 LSM di Pulau Sumatera, termasuk Flower Aceh menegaskan bahwa budaya patriarki yang mengunggulkan hanya laki-laki yang bisa menjadi pemimpin, ditambah dengan politik identitas yang menggunakan interpretasi ajaran agama dan aturan-aturan adat dari beragam suku untuk mendiskriminasi perempuan. 

"Itu semua telah membuat akses perempuan ke kepemimpinan semakin terpuruk, keterbatasan akses perempuan dan kelompok minoritas serta marjinal terhadap sumber daya ekonomi," ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Kamis (9/2/2023).

Terutama teknologi informasi yang sangat didominasi oleh media sosial telah memperburuk situasi yang dihadapi, apalagi menjelang pemilu maupun pilkada 2024.

Ia juga menyampaiakan, kehadiran dan suara perempuan sering tidak diperhitungkan karna dianggap bisa diwakilkan oleh ayah, suami, saudara laki-laki, atau kelompok laki-laki lainnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman pihak-pihak tertentu tentang pentingnya pelibatan perempuan dan kelompok marjinal lainnya, yakni sebagai salah satu syarat penting untuk mewujudkan demokrasi yang adil dan inklusi.

"Proses pelibatan perempuan harusnya bisa lebih mempertimbangkan kondisi perempuan hari ini yang secara umum akibat dominasi budaya patriarki masih dikaitkan dengan tanggung jawab domestik," jelasnya.

Tindakan afirmatif ini akan memudahkan akses perempuan untuk terlibat aktif dan berkontribusi dalam forum-forum dan struktur strategis dan pengambilan kebijakan lainnya.

Meski tantangan kepemimpinan perempuan mengalami banyak hambatan, namun kepemimpinan perempuan saat ini mulai bermunculan di semua tingkatan, terutama di tingkat desa banyak tokoh perempuan akar rumput yang mulai aktif terlibat dalam pembangunan di desa. 

"Tapi pengakuan terhadap keberadaan kepemimpinan perempuan ini yang tidak diapresiasi serius, bahkan kurang diakui," pungkasnya [AU]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda