Unimal Klarifikasi terkait Gelar Teungku, Ini Penjelasannya
Font: Ukuran: - +
Kepala UPT Bahasa, Kehumasan dan Penerbitan Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya. [Foto: dok. Unimal]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pihak Universitas Malikussaleh (Unimal) memberikan klarifikasi terkait pemberian gelar yang disematkan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang menjadi kontroversi dan polemik di tengah masyarakat.
Kepala UPT Bahasa, Kehumasan dan Penerbitan Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya menjelaskan, di mana pada tanggal 9 April 2022, Unimal melaksanakan beberapa kegiatan yang mendapat publikasi dan respons meluas.
Pertama, kegiatan yang dilaksanakan adalah Pelantikan Pengurus Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Cabang Lhokseumawe Raya.
"Seperti diketahui bahwa kegiatan tersebut ikut dihadiri Ketua Umum Kagama, Bapak H. Ganjar Pranowo M.IP, yang juga Gubernur Jawa Tengah. Adapun yang menjadi Ketua Kagama Cabang Lhokseumawe Raya adalah Rektor Unimal, Prof. Dr. Ir. Herman Fithra, ASEAN Eng," jelas Teuku Kemal Fasya, dalam siaran pers yang diterima Dialeksis.com, Rabu (13/4/2022).
Ia menyampaikan, kegiatan itu banyak dihadiri pejabat baik dari Provinsi Aceh dan luar Aceh, di antaranya Ketua Forum Rektor Indonesia, Prof. Dr. Ir. Panut Mulyono IPU, ASEAN Eng, yang juga Rektor; Rektor USU, Dr. Muryanto Amin, Rektor atau yang mewakili PTN dan PTKIN di seluruh Aceh.
Turut hadir dalam kegiatan pelantikan Bupati Aceh Utara, Bupati Bireuen, Wakil Wali Kota Lhokseumawe, Wakil Bupati Pidie, pejabat sipil, dan militer.
"Pelantikan Pengurus Kagama Cabang Lhokseumawe Raya berlangsung khidmat dan diikuti hampir seluruh alumni UGM, baik lulusan S1, S2, dan S3 dan menjadi momentum solidaritas dari kalangan akademia tersebut untuk memberikan sumbangan pemikiran dan kerja bagi bangsa dan negara," tuturnya.
Selain acara pelantikan, sebut Kemal, juga dilaksanakan penandatanganan naskah Memorandum of Understanding (MoU) antara Kagama Pusat dengan para pejabat Bupati dan Wali Kota di Aceh tentang pengembangan sektor UMKM.
Kegiatan kedua yang dilaksanakan Unimal, yaitu pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Ir. Herman Fithra, ASEAN Eng yang langsung dilantik oleh ketua FRI, Prof. Dr. Ir. Panut Mulyono, IPU, ASEAN Eng.
Proses kegiatan ini ikut disaksikan oleh pengurus Senat Universitas Malikussaleh dan disaksikan oleh seluruh pejabat yang menjadi undangan.
"Pengukuhan ini sendiri menjadi pengukuhan guru besar kelima yang mengabdi membesarkan kampus yang dikenal sebagai Jantong Hatee Rakyat Pasee ini," jelas Kemal.
Selanjutnya, ada kuliah umum yang disampaikan H. Ganjar Pranowo M.IP kepada sivitas akademika Unimal, termasuk mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah.
Kuliah umum tersebut berisi pandangan kebangsaan Sang Gubernur Jawa Tengah tersebut, termasuk memotivasi para generasi muda untuk berdikari dan tidak tergantung pekerjaan hanya sebagai ASN.
Gagasan itu ikut mengajak mahasiswa untuk berpikir kritis pada problem sosial-politik-ekonomi nasional dan menjadi pihak yang bisa menjadi problem solver, alih-alih menjadi problem maker.
"Mahasiswa harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban dan moral dalam mengusung upaya perubahan," ucap Kemal mengutip perkataan Ganjar.
Setelah itu, sambungnya, Rektor Unimal beserta Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Lhokseumawe melakukan kegiatan peusijuek kepada tokoh bangsa tersebut.
"Peusijuek itu sendiri merupakan bagian dari prosesi adat yang lazim dilakukan di Aceh untuk memuliakan tamu yang datang," terang Kemal.
Tokoh yang dipeusijuek adalah Gubernur Jawa Tengah dan Rektor UGM. Dalam pertemuan itu dilakabkan pula kepada Ganjar Pranowo sebagai Teungku, bukan Teuku.
"Yang dalam tradisi, fungsi, dan perannya di konteks berbahasa dan budaya Aceh sangat beragam. Salah satunya adalah sebutan untuk orang terhormat, yang biasa diberikan kepada tokoh politik, pendidikan, adat, bahkan agama," jelasnya.
Jadi di dalam pertemuan itu, tegas Kemal, tidak pernah adalah prosesi pemberian gelar Teuku kepada siapapun, oleh siapapun, baik oleh pihak Unimal atau MAA.
"Unimal menyadari bahwa institusi ini bukanlah insitusi adat yang berwenang memberikan gelar adat. Hal itu dibuktikan dengan tidak ada dokumen resmi apapun yang dihasilkan dalam pertemuan itu, kecuali adalah proses pengakraban antara tamu dan tuan rumah dengan perbincangan yang baik (peumameh haba)," pungkasnya. [*]