Usulan Hukuman Mati Bagi Koruptor Kembali Menggema, GeRAK Sampaikan Ini
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
[IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Beberapa waktu yang lalu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan menteri yang korupsi saat pandemi Covid-19 layak dihukum mati.
"Bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pada pidana mati," kata Edward, Rabu, (17/2/2021) sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.
Untuk itu, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan, jika merujuk pada dalil hukum dan mekanisme pemberatan pidana pada kasus korupsi, maka terpidana korupsi yang melakukan tindak pidana dalam keadaan negara sedang bencana (pandemi Covid-19), maka pidana mati dapat diterapkan bagi pihak yang melakukan kejahatan khusus.
"Karena telah merugikan keuangan negara dan ekonomi negara, jadi pemberatan terhadap pelaku korupsi di saat bencana dapat diterapkan secara maksimal dengan tujuan untuk memberi efek jera," kata Askhalani kepada Dialeksis.com, Selasa (23/2/2021).
Kemudian, lanjut dia, dalam aspek dalil lainnya, yang menjadi pertimbangan adalah karena korupsi dilakukan secara terencana dan sistematis dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan maksud membuat negara rugi dan aspek ekonomi negara menjadi gagal.
Selain itu, kata dia, khusus dalam kategori negara dalam kondisi darurat, maka aspek Hak Asasi Manusia (HAM) yang melekat pada diri si pelaku dapat dikesampingkan, sejauh dapat dibuktikan bahwa perbuatan pidana yang dilakukan telah menyebabkan sendi-sendi ekonomi dan keuangan negara bangkrut.
Koordinator GeRAK Aceh itu mengatakan, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hukuman mati sebenarnya tercantum di awal Undang-Undang.
Yaitu di Pasal 2 tentang Tindak Pidana Korupsi, tercantum di ayat 2 bahwa: "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Dalam lampiran penjelasan pasal per pasal, kata dia, di Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" pada ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi.
"Maksudnya, apabila tindak pidana tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu seperti bencana nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah," pungkas Askhalani.