UU ITE : Antisipasi dan Hukuman Dunia Digital Untuk Siapa?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Agam K
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polemik tentang UU ITE kini telah menuai pro dan kontra, terhitung hingga 30 Oktober 2020, kasus pidana dengan menggunakan undang-undang tersebut telah mencapai 324 kasus.
Akademisi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Muazzinah Yacob, B.Sc MPA mengatakan, tujuan UU ITE tersebut memang ada baiknya, yaitu menjaga “ruang digital” Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.
“Namun pada tataran pelaksanaan menimbulkan dilema bagi publik yang kritis terutama pada konteks mengawal kebijakan publik. Hal ini berpotensi dimanfaatkan oleh “pejabat baper” atau pelaksana kebijakan untuk menjerat publik atau netizen yang kritis,” ujar Muazzinah kepada dialeksis.com, Rabu (5/5/2021).
Muazzinah menambahkan, pada Kamis 29 April 2021 lalu, pemerintah telah mengumumkan untuk mempertahankan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tersebut.
Namun ia menyarakan agar publik, agar meminta kepada tim kajian UU ITE untuk membagikan secara komprehensif apa yang sudah dikaji, sehingga publik paham kenapa UU ITE tetap harus dipertahankan.
“Kemudian pemerintah harus menyerap masukan dari berbagai pihak untuk mengevaluasi keberadaan UU ITE, juga bisa membuat jajak pendapat (polling) terkait dengan fakta-fakta UU ITE yang selama ini dirasakan oleh publik,” tutur Muazzinah.