Walhi Nilai Plt Gubernur Aceh dan DPRA Gagal Menjaga Kewenangan Aceh
Font: Ukuran: - +
Direktur Walhi Aceh M. Nur saat memberikan keterangan pada acara Konferensi Pers 'Catatan Akhir Tahun Walhi Aceh Tahun 2019' yang digelar di Kantor Walhi Aceh, Kamis, (2/1/2020), dikawasan Lambhuk, Banda Aceh. Foto:
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Persoalan PT Emas Mineral Murni (EMM) yang belum selesai dinilai menjadi salah satu indikator kegagalan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah dalam menjaga kewenangan dan kekhususan Aceh terkait pengelolaan sumber daya alam di Aceh.
Hal tersebut disampaikan Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, saat gelar konferensi pers 'Catatan Akhir Tahun Walhi Aceh Tahun 2019' yang digelar di Kantor Walhi Aceh, Kamis, (2/1/2020), dikawasan Lambhuk, Banda Aceh.
Dalam kesempatan tersebut, M Nur menjelaskan pada tanggal 26 September 2019 Pemerintah Aceh telah mengajukan Judial Review Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 25 Tahun 2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Dalam Rangka Pelaksanaan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Namun, sambung M Nur, upaya hukum ini gagal karena ditolak oleh Mahkamah Agung.
"Gagal upaya hukum ini telah diprediksi oleh tim penyelesaian kasus PT EMM, namun pemerintah Aceh tetap memilih upaya Judial Review dalam memenuhi janji mahasiswa 11 April 2019. Seharusnya, terkait persoalan ini pemerintah Aceh melakukan gugatan lembaga negara atas perampasan kewenangan," terang Direktur Walhi Aceh ini.
M Nur melanjutkan, permasalahan PT EMM kian parah dengan sikap DPRA yang terkesan 'acuh'. Pasalnya, belum ada tindak lanjut dari hasil paripurna khusus terkait persoalan PT EMM yang digelar pada November 2018.
"Sejauhmana DPRA melakukan pengawasan atas hasil paripurna tersebut? Apa DPRA pernah meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah Aceh atas tindak lanjut hasil paripurna itu? Bagaimana sikap DPRA kepada pemerintah Aceh dan pemerintah pusat yang tidak menindaklanjuti keputusan politik tersebut?," gugat dia.
Di akui M Nur, perubahan komposisi anggota DPRA menjadi salah satu faktor tersendatnya pengawalan terhadap hasil paripurna PT EMM. Pun demikian, kata M Nur, pertukaran anggota DPRA dari yang lama ke anggota dewan yang baru ini tidak menjadi justifikasi 'terlupakannya' mandat DPRA sebelumnya.
"Harusnya, anggota dewan yang baru itu setelah mengetahui bagaimana tata cara bekerja di dewan, ini dulu yang dikerjakan. Ini harapan kita agar DPRA tidak loss kontrol terhadap kebijakan sebelumnya," jelas dia.