WALHI Temukan Alamat Bodong Perusahaan Tambang PT LMR
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Alamat PT Linge Mineral Resources (PT LMR) yang berlokasi di Plaza Marein Lantai 23, Jalan Jenderal Sudirman Kav 76-78, Jakarta - 12910 diduga bodong alias alamat palsu.
Surat tanggapan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh kirimkan terhadap Pengumuman Tambahan Rencana Studi AMDAL Kegiatan Penambangan dan Pengolahan Bijih Emas DMP di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, dikembalikan oleh ekspedisi pengiriman barang ke Banda Aceh.
Dikembalikan dokumen tersebut, pihak ekspedisi pengiriman barang menjelaskan tidak menemukan lagi alamat tersebut. Keterangannya yang dituliskan pada dokumen tersebut “Kantor Sudah Pindah”. Sehingga dokumen tersebut dikembalikan ke Banda Aceh pada alamat asal pengiriman.
Padahal WALHI Aceh mengambil alamat tersebut dari pengumuman tanggapan yang diterbitkan pada 29 September 2023 melalui media cetak lokal di Aceh. Dengan dikembalikan surat tanggapan tersebut menjadi bukti bahwa alamat tersebut palsu, karena ekspedisi pengiriman menyebutkan, keberadaan alamat tersebut bukan lagi milik PT LMR.
Sedangkan alamat Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Gedung Manggala Wanabakti Blok 4 Lantai 6 Wing C, Jalan Jenderal Gatot Subroto - Senayan, Telepon (0212) 5705090/ Fax (021) 5705090, surat tanggapan itu sudah terkirim berdasarkan keterangan dari pihak ekspedisi pengiriman barang.
"Pihak ekspedisi telpon kami, dibilang bahwa, mereka tidak menemukan alamat PT LMR tersebut, sudah pindah sejak pertengahan 2022 lalu, sehingga surat tanggapan itu dikembalikan ke Banda Aceh," kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin alias Om Sol, Senin (30/10/2023).
Berdasarkan temuan ini, PT LMR jelas telah menyebarkan informasi bohong dalam pencantuman alamat perusahaan. Apa lagi alamat tersebut sudah pindah sejak pertengahan 2022 lalu. Sedangkan tanggal pengumuman rencana studi AMDAL milik PT LMR mulai dipasang pada 29 September 2023.
“Ini jelas ada pembohongan publik, karena keterangan dokumen yang dikembalikan dituliskan Kantor Sudah Pindah, ada unsur kesengajaan, karena sudah hampir satu tahun lalu kantor sudah pindah,” jelasnya.
Padahal pengumuman tersebut yang disampaikan melalui media massa berfungsi untuk mendapatkan tanggapan publik atas konsesi lahan tambang yang hendak beroperasi di Kecamatan Linge. Alamat yang dicantumkan itu, agar publik dapat mengirimkan tanggapan atas rencana studi AMDAL milik PT LMR tersebut.
Namun bila alamatnya bodong, sebut Om Sol, bagaimana publik dapat mengirimkan tanggapannya ke pihak perusahaan atas izin konsesi tambang tersebut. Seharusnya pihak perusahaan mencantumkan alamat asli, bukan malah alamat palsu.
“Kalau pun sudah pindah kantor, mengapa tidak diberitahukan, maka kami menduga ini ada faktor kesengajaan, alamat itu bukan persoalan sepele, karena itu bagian dari identitas suatu lembaga,” ungkapnya.
Memalsukan identitas merupakan tindak pidana yang dapat dijerat dengan hukuman sesuai dengan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Seperti Undang-Undangan (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana pada pasal 14 ayat (1) dan (2) dan Pasal 15 dengan ancaman penjara bisa mencapai 2 sampai 10 tahun.
“Tentunya juga melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008 seperti tercantum pada Pasal 55,” jelasnya.
Oleh karena itu WALHI Aceh meminta KLHK untuk memanggil manajemen perusahaan PT LMR untuk mengklarifikasi terkait pencantuman alamat diduga palsu dalam pengumuman rencana studi AMDAL tersebut. Karena selain ada pembohongan publik, pihak KLHK juga telah dikadalin oleh perusahaan dengan memberikan alamat yang bukan sebenar-benarnya.
“KLHK itu sebagai lembaga negara itu jangan sampai dikadalin oleh perusahaan tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya WALHI Aceh juga telah menyatakan sikap menolak tambang emas PT LMR demi menyelamatkan lingkungan hidup, Hak Asasi Manusia (HAM), perekonomian dan sosial budaya di dataran tinggi Gayo.
Kehadiran tambang emas di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah akan berdampak serius terhadap keberlangsungan ekosistem, terutama berefek terhadap kualitas kopi sebagai komoditas unggulan dan pendapatan utama masyarakat di dataran tinggi Gayo.
Hasil analisis WALHI Aceh, sebut Om Sol, keberadaan PT LMR tidak hanya menyebabkan terganggu ekosistem di Aceh Tengah, juga merupakan kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Jambo Aye Lumut, Linge, Owaq, dan Penarun. Dampaknya tidak hanya di hulu, tetapi juga sampai ke hilir yang meliputi Kabupaten Aceh Timur, Aceh Utara dan Bener Meriah.
Celakanya, dari total 974 DAS di Aceh, terdapat 20 DAS dalam kondisi kritis atau harus dipulihkan, satu di antaranya adalah DAS Jambo Aye yang masuk dalam perizinan PT LMR. Bila perusahaan tersebut beroperasi, diperkirakan kondisinya akan semakin parah dengan adanya tambang emas tersebut.
“Ini jelas tidak hanya berdampak di dataran tinggi Gayo, juga sampai ke pesisir Aceh Utara dan Aceh Timur. Terlebih lagi DAS Jambo Aye merupakan DAS prioritas berdasarkan SK 328/MenHut-II/2009 Penetapan DAS Prioritas,” tegasnya.
Dari aspek lingkungan hidup, kata Om Sol dipastikan akan terjadi kerusakan ekosistem yang berpengaruh terhadap kehilangan biodiversitas, tangkapan air, situs budaya, sejarah, dan penurunan produksi pertanian. Selain itu juga berpotensi menurunnya kualitas udara dan kesuburan tanah serta siklus hidrologi.
“Tentunya kondisi ini cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat di Aceh Tengah dan Bener Meriah hingga ke pesisir,” tegasnya.
Perubahan ekosistem akibat adanya lubang tambang akan mengalami gangguan signifikan terhadap iklim mikro dan siklus hidrologi permukaan dan air tanah, karbon dan hara, karena adanya cemaran langsung berupa bahan kimia, lumpur dan limbah domestik akan berdampak terhadap perubahan iklim.
Adanya konversi lahan pertanian dan hutan menjadi lubang atau bekas tambang juga berdampak terhadap kualitas kopi di dataran tinggi Gayo. Tak hanya itu, banyak juga flora dan fauna dalam kawasan akan hilang.
Terlebih lagi areal izin PT LMR juga masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merupakan hutan konservasi tinggi yang menjadi jalur migrasi 4 satwa kunci yang dilindungi.