Jum`at, 05 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Warga Terisolir Aceh Tengah Masih Kritis Pangan

Warga Terisolir Aceh Tengah Masih Kritis Pangan

Jum`at, 05 Desember 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Demi keluarga bertahan hidup untuk mendapatkan beras, warga Bergang, Ketol, Aceh Tengah berjuang dalam tantangan maut. Meniti utas tali kabel listrik dengan jurang yang penuh bebatuan diantara arus sungai yang deras. Foto: for Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Takengon - Hingga hari kesembilan musibah Aceh Tengah, kini warga yang masih terisolir sulit mendapatkan bantuan sembako, mulai sakit sakitan di kamp pengungsi, hidup dalam bayang-bayang maut.

Ada diantara mereka yang sudah berpuasa beberapa hari, makan apa yang bisa dimakan untuk bertahan hidup. Mereka tidak mengungsi ke ibukota kecamatan, namun bertahan di desa, kini mereka terkurung. Bagaikan menunggu jemputan maut.

Tiga warga kampung di Kecamatan Ketol Aceh Tengah, Karang Ampar, Bergang, Pantan Reduk yang akses jalannya dari Digul, Bener Meriah, kini benar benar kritis.

Keadaan kritis itu juga dirasakan masyarakat yang berada di pengungsian Linge, Jamat, Delung Sekinel. Bah, Serempah, ketol, dan lainya yang kini masih terisolir. Dalam catatan BNPN ada 100 kampung yang masih terisolir.

“Kami berjalan kaki dari Karang Ampar ke Posko Aceh Tengah, warga kami sudah tidak makan. Untuk sampai ke Takengon kami berhadapan dengan maut, melintasi sungai dengan seutas kawat yang kami buat. (lumpe bahasa Gayo.”sebut Al Ihsan sekretaris Kampung Karang Ampar, Kamis (4/12/2025) malam.

Menurut warga yang kelaparan ini, warga di tiga desa, Karang Ampar, Bergang, Pantan Reduk, rata-rata penduduknya yang bertahan di kamp pengungsian antara 800 jiwa, 700 dan enam ratus. Juga terdiri dari anak anak, kaum ibu, dimana sebagian sudah mulai sakit.

“Kami pernah mendapatkan bantuan dari Pemda, untuk 800 jiwa beras hanya 60 kilogram. Itu juga kami jemput dengan berjalan kaki selama 1 hari untuk pulang pergi,”sebut lelaki berpakain lusuh ini, terselip golok di pinggangnya, karena dalam perjalanan dia melintas hutan, perkampungan yang hancur.

Kami menaiki jembatan yang kami buat dari kabel listrik yang tumbang, kemudian kami sisipkan bambu. Bila tali ini terlepas, sulit untuk hidup karena di bawah jurang ini sungai dengan bebatuan. Namun semuanya kami lakukan untuk bertahan hidup, jelas Al Ihsan.

Al Ihsan yang meminta bantuan ke Posko bertemu dengan Camat Ketol, Zumara W Kutarga. Ke Camat dia mengisahkan keadaan masyarakatnya. Beras bantuan yang mereka terima dua kali, tahap awal 60 kilogram dan beberapa hari kemudian 70 kilogram, sejauh mana mampu bertahan untuk 800 jiwa.

Belum lagi penderitaan itu semakin menyesakan dada, banyak warga mulai sakit. Demikian juga dengan kampung tetangga mereka, Pantan Reduk dan Bergang dengan jumlah penduduk yang hampir sama, keadaan mereka juga sama memprihatinkan.

Warga yang datang ke posko Aceh Tengah, turut didampingi Maimun mantan Camat Ketol dan Sukurdi, mantan anggota DPRK Aceh Tengah, sangat berharap adanya perhatian serius dari pemerintah daerah dalam mengatasi kelangkaan logistik mereka.

Sementara di wilayah Linge, Jamat, Delung Sekinel yang juga terputus segala akses, pengalaman yang sama juga mereka rasakan. Masyarakat yang mengungsi bukan hanya kekurangan pangan, namun mulai sakit-sakitan.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI