YBHA Sesali Pelaku Kekerasan Anak di Yakesma Divonis Cuma 15 Hari Penjara
Font: Ukuran: - +
Reporter : Zulkarnaini
Manager Kasus YBHA Peutuah Mandiri, Vatta Arisva
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Yayasan Bantuan Hukum Anak (YBHA) Peutuah Mandiri sangat menyayangkan putusan Pengadilan Negeri Jantho Aceh Besar, Nomor 114/Pid.Sus/2023/PN Jth, tertanggal 31 Oktober 2023, terkait hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa kasus penganiayaan/kekerasan terhadap anak, hanya sebatas 15 (lima belas) hari.
Manager Kasus YBHA Peutuah Mandiri, Vatta Arisva menilai putusan PN Jantho tersebut menimbulkan keprihatinan serius karena dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan terhadap korban.
Menurut Arisva, hukuman yang relatif ringan ini tidak mencerminkan tingkat keparahan tindakan kekerasan yang dialami oleh korban anak.
Apabila merujuk Undang-Undang Perlindungan Anak, pelaku dapat dijerat pasal 80 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sebagaimana bunyi pasal 80 ayat 1 jo. Pasal 76c bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak dapat diancam pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000, (Tujuh Puluh Dua Juta Rupiah).
Dan ayat 2 Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000-, (Seratus Juta Rupiah).
“Perihal ini berbanding terbalik dengan tuntutan Jaksa, di mana jaksa seharusnya menuntut lebih berat namun nyatanya hanya 1 bulan dan diputuskan oleh Hakim PN Jantho hanya 15 hari penjara. Ini menjadi pertanyaan besar bagi kita terkait dengan apa landasan hukum bagi Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa hanya 1 bulan,” kata Arisva.
“Apabila melihat fakta-fakta yang dilakukan oleh Pengasuh Yakesma tersebut terhadap anak sebagai korban, Jaksa dapat menuntut lebih berat. Oleh karena itu, kami sebenarnya berharap atas putusan Hakim yang seadil-adilnya supaya menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak serta merta melakukan perbuatan penganiayaan, apalagi terhadap anak-anak, serta dengan mengedepankan restitusi atau pemulihan kepada anak baik secara materil maupun immateril,” kata Arisva.
“Kami YBHA Peutuah Mandiri merasa rancu atas putusan hakim yang begitu ringan bagi terdakwa. Sehingga ditakutkan adanya asumsi-asumsi liar yang berkembang terkait adanya dugaan permainan yang tidak indah terkait dengan kasus yang ditangani tersebut,” tambah Arisva.
Arisva menceritakan, kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di YAKESMA pada bulan Februari 2023. Korban, seorang anak berusia 7 tahun, mengalami kekerasan yang tidak dapat diterima dari pengasuh MS (26) dan YR (24).
Kejadian tragis ini terjadi pada tanggal 20 Februari 2023, ketika korban diminta untuk melaksanakan salat Insya oleh pengasuh. Sayangnya, karena keterlambatan korban malah menjadi korban kekerasan fisik yang dilakukan oleh MS dan YR, yang seharusnya bertanggung jawab sebagai pengasuh di Yakesma.
Akibat tindakan ini, korban mengalami lebam di bagian wajah dan memar di bagian badan, menyebabkan trauma yang mendalam pada dirinya.
Temuan YBHA
YBHA Peutuah Mandiri melakukan penelusuran lebih lanjut terkait kondisi Yakesma dan menemukan fakta bahwa Yakesma tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas terkait proses perekrutan pengasuh yang bekerja di yayasan tersebut.
Selain itu, YBHA menemukan latar belakang pendidikan dari para pengasuh tidak diatur secara ketat, dan tidak ada program pelatihan atau training lanjutan terkait dengan pengasuhan anak-anak.
“Keberadaan SOP yang jelas dan pendidikan serta pelatihan yang memadai merupakan elemen krusial dalam memastikan bahwa para pengasuh memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk merawat anak-anak dengan baik dan aman,” kata Arisva.
“Ketidakadanya SOP perekrutan dan kurangnya persyaratan pendidikan serta pelatihan bagi pengasuh dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dan penelantaran terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawab yayasan,” katanya.
YBHA meminta Dinas Sosial, Dinas Sosial, baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota, untuk meningkatkan pengawasan mengeluarkan izin dan mengawasi proses penerimaan anak-anak di Panti Asuhan serta perekrutan pekerja yang bertanggung jawab terhadap anak-anak.
“Kasus kekerasan terhadap anak di Yakesma ini menunjukkan perlunya peningkatan pengawasan terhadap lembaga-lembaga yang memberikan layanan kepada anak-anak. Dinas Sosial memiliki peran penting dalam menjamin bahwa setiap lembaga, terutama yang menangani anak-anak, beroperasi sesuai dengan standar yang ditetapkan dan memberikan lingkungan yang aman serta mendukung perkembangan anak,” pungkas Arisva.