Minggu, 15 Juni 2025
Beranda / Berita / Aceh / Yusri Kasim: Mendagri harus bertanggung jawab dan Perlu Segera Menyelesaikan Polemik 4 Pulau Aceh

Yusri Kasim: Mendagri harus bertanggung jawab dan Perlu Segera Menyelesaikan Polemik 4 Pulau Aceh

Sabtu, 14 Juni 2025 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi
Yusri Kasim, Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas (IKAL) Aceh. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]

DIALEKSIS.COM | Aceh - Polemik mengenai peralihan empat pulau yang selama ini diyakini merupakan bagian dari wilayah administratif Provinsi Aceh ke Provinsi Sumatera Utara menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Aceh. 

Keempat pulau tersebut, yang memiliki nilai strategis secara geografis, ekonomi, dan kultural, kini dipertanyakan status hukumnya setelah tercatat dalam data Kemendagri sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Perubahan ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar terkait proses, dasar hukum, dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan tersebut. Apalagi Aceh merupakan daerah istimewa yang memiliki kekhususan dalam pengelolaan wilayah berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). 

Oleh karena itu, segala kebijakan yang menyentuh aspek wilayah dan kedaulatan administratif seharusnya dilakukan dengan kehati-hatian dan koordinasi yang kuat dengan Pemerintah Aceh.

Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas (IKAL) Aceh, Yusri Kasim, menilai pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), lamban dalam menangani isu ini.

"Kami memandang bahwa keterlambatan dalam memberikan klarifikasi dan penyelesaian oleh Kemendagri dapat memicu keresahan yang lebih luas, baik di kalangan tokoh masyarakat, pemerintah daerah, maupun rakyat Aceh secara umum," ucap Yusri kepada dialeksis.com, Sabtu (14/6/2025).

Menurutnya, jika tidak segera ditangani, persoalan ini dapat berkembang menjadi kisruh yang berdampak negatif terhadap stabilitas sosial dan hubungan antardaerah.

"Kemendagri sebagai instansi yang memiliki kewenangan atas administrasi pemerintahan daerah, harus segera bertindak cepat, terbuka, dan objektif dalam mengurai persoalan ini. Proses verifikasi dokumen, sejarah wilayah, serta pendekatan geospasial harus dilakukan secara menyeluruh, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk Pemerintah Aceh, Pemerintah Sumatera Utara, para ahli tata batas wilayah, serta tokoh masyarakat setempat," tegas Yusri.

Selain itu, sebut Yusri, transparansi informasi juga sangat penting. Publik berhak mengetahui alasan dan dasar pemetaan ulang ini, serta proses pengambilan keputusan yang menyebabkan terjadinya perubahan administrasi wilayah tersebut. 

"Keterbukaan ini akan membantu mencegah asumsi liar dan mendorong penyelesaian yang konstruktif dan damai," katanya.

Yusri menilai, penyelesaian secara damai dan bermartabat adalah pilihan terbaik. Namun untuk mencapainya, peran aktif dan tegas dari Mendagri sangatlah penting. 

"Jangan sampai keterlambatan atau pembiaran justru memperburuk suasana dan melahirkan konflik horizontal yang dapat mengganggu keharmonisan antardaerah dan memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pusat," tutur Yusri.

Pihaknya mendesak dengan tegas, agar Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia segera mengambil langkah konkret, menetapkan kejelasan status hukum keempat pulau tersebut dengan adil, serta menjunjung tinggi prinsip keutuhan wilayah, keadilan daerah, dan rasa kepercayaan masyarakat Aceh. 

"Penyelesaian segera atas polemik ini merupakan bentuk penghormatan terhadap kedaulatan daerah dan komitmen menjaga integrasi nasional," pungkas kandidat doktor bidang ketahanan nasional dan kemiskinan. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI