Yusuf Ismail Pase : Situs Kerajaan Pasee harus Menjadi Contoh Dunia Islam
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Banyak pihak yang memprediksi pemilu legislatif dan presiden pada 2019 di Aceh akan menjadi drama tragedi, menilikdari pengalaman kepemiluan yang sering berwarna gelap akibat perseteruan antar-kekuatan politik dan saling teror.
Jika menilik Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dikeluarkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Pilkada Serentak 2017, Aceh dijadikan salah satu "daerah merah". Meskipun demikian, banyak tidak meyakini akan ada lagi "prahara" pada pemilu 2019. "Drama politik" pasti ada, meski tidak seheboh seperti pada pra dan awal-awal perdamaian."
Salah seorang yang memberikan kesan optimis itu adalah Yusuf Ismail Pase, SH, MH. Pengacara senior dari Aceh Utara ini mengatakan situasi demokrasi dan kesadaran literasi politik masyarakat Aceh saat ini tidak akan mudah diutak-atik oleh kelompok kepentingan politik. "Masyarakat sudah cukup cerdas dalam menilai siapa yang dianggap pantas untuk dipilih sebagai wakilnya di parlemen. Mereka tidak serta-merta akan memilih partai, tapi menilai kualitas orang dibalik partai itu", ucap Yusuf pada sebuah wawancara dengan dialeksis.com.
Perkembangan literasi politik masyarakat bukan saja kesadaran akan preferensi politik, tapi juga siapa yang tepat untuk dipilih. Menurut Yusuf, pada tahun depan akan banyak anggota legislatif petahana yang tergantikan. Salah satu indikatornya adalah kinerja para anggota parlemen yang terkesan melempem. Masyarakat tentu menginginkan perubahan. "Mereka tak dapat mengandalkan anggota parlemen yang tidak piawai berpolitik dan membuat terobosan", ungkap eks direktur PB HAM Aceh Utara periode 1998 – 2016.
Putera Geudong ini juga menyatakan perubahan politik tidak akan mungkin terjadi jika hanya melakukan tuntutan, tanpa berusaha mengubah sistem dari dalam. Karenanya pada pemilu 2019 ia ikut berebut kursi untuk DPR RI. Namanya telah ditetapkan sebagai salah seorang di dalam daftar calon tetap (DCT) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk daerah pemilihan (dapil) II. Bagi Yusuf, pilihan partai hanya sebagai sebuah pilihan taktis saja. Saat ini polarisasi partai ketika membentuk platform dan ideologi politik tidak lagi tegas. Orang-orang yang ada di dalamnyalah yang akan mewarnai.
Bagi ketua eks dewan pengurus Koalisi NGO Aceh ini, kini publik akan menjauhi figur yang terlalu banyak memberikan kesan negatif dan fatalisme politik. Sebaliknya mereka akan memilih figur yang berpikir positif dan optimis. "Bagi saya, keberhasilan Pak Jokowi dalam menjalankan pemerintahan harus diapresiasi secara objektif. Kita harus mendidik warga untuk memiliki sikap gentleman, jangan apa-apa terlihat salah," sergahnya.
Tentu sebagai aneuk Pasee, Yusuf memendam hasrat yang masih menyempil. "Saya ingin mengupayakan situs kerajaan Islam Pasai bisa menjadi ikon peradaban Islam di dunia, bukan hanya Asia Tenggara. Caranya, perbaiki tampilan situs dan hidupkan kisah kesejarahaan dari peradaban Islam abad 13 itu", ungkap sosok yang sering menjadi narasumber hukum untuk isu-isu HAM dan ketenaga-kerjaan itu.
Semoga makbul upaya politiknya, pengacara senior!