kip lhok
Beranda / Analisis / “Anas Urbaningrum: Ilusi Kebenaran, Persona Kebenaran atau Persona” Kebohongan ?

“Anas Urbaningrum: Ilusi Kebenaran, Persona Kebenaran atau Persona” Kebohongan ?

Jum`at, 21 April 2023 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Anas Urbaningrum


DIALEKSIS.COM | Kebenaran adalah kebenaran, dia tidak mungkin menjadi sebuah kebohongan. Kebenaran bisa dipersalahkan, tetapi tetap akan menang. Sebuah pepatah Belanda yang sangat terkenal menggambarkan bagaimana kebenaran ini pasti akan selalu menang: “Al is de leugen nog zo snel, de waarheid achterhaalt haar wel”

“Secepat-cepatnya kebohongan berlari, kebenaran akan selalu dapat mengejar dan mendahuluinya”.

Sedangkan kebohongan yang dilakukan berulang-ulang, yang dimanipulasi dan dimodifikasi sedemikian rupa, bisa berubah menjadi sebuah kebenaran. “Ulangilah kebohongan sesering mungkin maka dia akan menjadi kebenaran”, demikian kata Joseph Gobbels (29 Oktober 1897 “ 1 Mei 1945), Menteri Propaganda Nazi, tokoh anti semit dan pendukung utama Hitler. Ucapan Gobbels ini adalah hukum propaganda yang sampai sekarang banyak diadopsi dan diadaptasi oleh orang-orang di dunia politik dan paling banyak bahkan paling banyak digunakan di dunia saat ini adalah oleh politisi Indonesia.

Goebbels adalah seorang propagandis, banyak disegani bahkan oleh para ilmuwan. Tokoh yang juga menjabat sebagai Mantan Kanselir Jerman pada 30 April 1945 ini dianggap sebagai pelopor dan pengembang teknik propaganda modern. Teknik ampuh hasil kepiawaiannya diberi nama "Argentum ad nausem" atau lebih dikenal sebagai teknik Big Lie (kebohongan besar). Prinsip dari tekniknya itu adalah menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak mungkin dan sesering mungkin hingga kemudian kebohongan tersebut dianggap sebagai suatu kebenaran. Sederhana, namun sangat mematikan. Dia juga mempelopori penggunaan film dan siaran radio sebagi media propaganda mssal. Gobbels ini menjadi orang ketiga paling tersohor dan popular di Jerman setelah Hitler dan Martin Bornman.

Di dunia psikologi, apa yang dilakukan Goebbels ini dikenal dengan “efek ilusi kebenaran”. Disebut juga efek keabsahan, pengaruh kebenaran, atau efek pengulangan yaitu timbulnya kecenderungan untuk mempercayai informasi yang salah sebagai suatu kebenaran, setelah adanya proses repetisi atau pengulangan

Lalu, dimanakan Anas dalam dua model ini, kebenaran yang memang mutlak kebenaran, atau kebohongan yang diulang “ ulang untuk menjadi sebuah kebenaran ?.

Dalam posisinya nya sebagai seorang mantan napi koruptor, tentu pada seorang Anas melekat sebuah kesalahan yang semua kesalahannya telah dibuktikan dipengadilan, namun ada juga proses yang tidak dapat dibuktikan dipengadilan, sehingga hukumannya menjadi berkurang. 

Pada tingkat kasasi Mahkamah Agung memperberat vonis Anas Urbaningrum menjadi 14 tahun penjara, ditambah denda Rp 5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan. Anas juga diperintahkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 57,59 miliar, dan bila tidak dibayar maka diganti hukuman penjara empat tahun.

Majelis Hakim Agung terdiri dari Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme juga mengabulkan permohonan jaksa penuntut umum dari KPK meminta supaya Anas dijatuhi hukuman tambahan, berupa pencabutan hak dipilih dan memilih dalam jabatan publik

Hanya di PK, hukuman Anas diperingan dari 14 tahun menjadi 4 tahun. Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu dan sekaligus memotong masa hukumannyanya dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara. 

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, PK Anas dikabulkan karena adanya kekhilafan hakim yang dinilai dapat dibenarkan. Majelis hakim menyatakan, tidak ada satupun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas telah melobi pemerintah agar perusahaan itu mendapat proyek dan tidak ada bukti yang menunjukkan pengeluaran uang dari perusahaan tersebut atas kendali Anas. Namun pada hal lainnya Anas terbukti bersalah melakukan korupsi.

Jika kita mengamati proses bebasnya Anas, disambut oleh banyak orang dengan barcode putih, adalah pesan yang dikirim kepada publik bahwa dia bersih dan pidato yang disampaikannya adalah sebuah awal jihad suci untuk membongkar segala kriminalisasi, untuk membongkar segala kebohongan yang selama ini ditimpakan kepadanya dan jihad ini akan terus dilakukannya, karena dia ingin menukar 8 tahun lebih hukuman dengan sebuah kebenaran. Tetapi, apakah benar seperti itu ?. Semuanya serba mungkin, dan semuanya bisa serba terbalik.

Ketika Anas bebas, masyarakat lansung terbelah, antara simpati kepadanya karena telah bebas dari kriminalisasi, dan masyarakat yang tidak bersimpati kepadanya dan menyatakan bahwa terlalu berlebihan menyambut seorang napi koruptor dan fenomena seperti ini adalah sebuah irrasionalitas dalam rasionalitas pemberantasan korupsi. Tetapi penyambutan itu bagi sebagian orang, bukan perkara salah dan benar, tetapi perkara solidaritas, perkara jiwa korsa, perkara persahabatan, pertemanan, dan perkara sentimen ideologi gerakan. 

Namun bagi sebagian yang lainnya, segala sentimen itu seharusnya tidak ditujukan bagi pengagungan seorang napi koruptor. Fenomena ini juga membelah warga pada memperlemahya spirit perampasan aset koruptor dan justru semakin memicu spirit untuk menyegerakan perampasan aset koruptor, baik aset kekayaan, maupun aset sosial.

Menjelang bebasnya Anas, lini masa dunia maya, dipenuhi suguhan konten-konten narasi bahwa Anas tidak pernah bersalah dan tidak pernah melakukan korupsi dan juga suguhan narasi kontra bahwa Anas memang pelaku korupsi, yang tentu dilakukan oleh tim dan pendukung Anas. Kedua model ini kedua-duanya bisa mempengaruhi alam bawah sadar massa, antara yang menganggap Anas benar dan yang menganggap Anas bersalah. 

Tetapi, apapun yang disungguhkan itu, kebenaran yang sebenarnya dalam fenomena Anas itu tetap ada dan punya tempat tersendiri yang terpisah dari semua narasi itu. Kebenaran yang sebenarnya tidak akan dibicarakan atau disampaikan oleh pelaku atau orang “ orang yang membelanya, juga tidak akan pernah dibicarakan dan disampaikan oleh korban maupun yang maupun oleh orang yang melakukan kriminalisasi. Kebenaran akan disampaikan oleh kebenaran itu sendiri, seperti kebenaran dari Tuhan yang disampaikan oleh Tuhan sendiri, bukan kebenaran dari manusia, yang disampaikan manusia, atau kebenaran dari Tuhan yang disampaikan manusia.

Untuk kebaikan Indonesia, maka jika Anas dan para pendukungnya ingin melakukan gerakan pembongkaran kedepan, maka gerakan ini harus dilokalisir, bahwa ini adalah perang antara Anas dengan partai demokrat, bukan perang Anas dengan demokrat dan dengan ratusan juta rakyat Indonesia, ini penting sekali agar rakyat Indonesia terbebas dari membela atau mendukung Anas, menjadi menanti kebenaran yang sebelum itu hadir, maka tidak ada kebenaran pada Anas dan tidak ada kebenaran pada Demokrat, karena kedua-duanya telah tersandera pada kasus yang sama yaitu perang membela diri, membela diri mantan ketua partai dengan menyerang partai dan petinggi partainya dan membela partai dari serangan mantan ketuanya.

Saat ini Anas juga sedang giat-giatnya berziarah kemakam “ makam tokoh Bangsa, mulai dari Bung Karno, Bung Hatta, BJ Habibi, Taufik Kiemas,juga Nurcholis Madjid. Semua tokoh yang diziarahi Anas ini adalah tokoh yang pernah hidup, mempunya pemikiran dan memimpin dimasa-masa krisis. Melalui aktifitasnya ini Anas seolah oleh mengirimkan pesan kepada semua bahwa Indonesia sedang berada pada fase krisis dan dia akan membuktikan bahwa dia bisa membantu Indonesia untuk keluar dari segala krisis dengan membongkar segala kebohongan yang ditimpakan kepadanya. 

Persis disaat yang sama, Anas juga berada pada fase yang sangat penting juga, bahwa sudah seharusnya Anas beristirahat, diam saja, tidak perlu banyak bicara dan sekarang bukan lagi masanya Ana Urbaningrum.

Anas dan “Persona” : Kebenaran atau Kebohongan ?

Persona adalah sebuah teori filsafat yang dilahirkan oleh Carl Gustav Jung (26 Juli 1875 “ 6 Juni 1961), seorang filosof dan juga Psikolog dari Swiss. Dia filosof yang merintis dan mengembangkan psikologi analitik atau psikologi analisis. Jung mengambangkan sebuah konstruksi konsep pemahamannya tentang kepribadian (psikhe) melalui ekplorasi kedalam konteks mimpi, seni, mitologi, agama dan filsafat. 

Bagi Jung, kepribadian merupakan kombinasi yang mencakup perasaan dan tingkah laku manusia baik dalam keadaan sadar maupun tidak sadar sehingga kepribadian seseorang dibentuk oleh banyak aspek, yang kemudian dikenal dengan “persona”. Menurut Jung, persona adalah adalah topeng yang dipakai individu sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap tuntutan-tuntutan keseharian ketika berhubungan dengan orang lain. Topeng ini meliputi banyak sekali peran yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan rutin. Persona juga bicara kepribadian yang terungkap dan yang disembunyikan dari orang lain.

Dalam diri manusia terdapat sebuah kepribadian publik atau sebuah kepribadian resmi ditampilkan di ruang publik atua dimuka publik,inilah yang dimaksud dengan persona. Istilah persona ini dipinjam oleh Jung dari panggung theater zaman Romawi, dimana persona berarti topeng pemain sandiwara teater. Dengan menggunakan topeng ini, seoran aktor memainkan peran identitas tertentu dalam sebuah drama yang suaranya diproyeksikan dari lubang mulut pada topeng tersebut. 

Seorang pejabat publik atau politisi misalnya, dirumahnya dia adalah seseorang yang tempramen dan suka melakukan kekerasan, tetapi ketika diruang publik, dia akan memakai topang, menampilkan persona yang ramah, damai, lembut. Atau seorang pejabat publik atau politisi yang kerap melakukan kdrt, tetapi ketika tampil diruang publik dia memakai topang yang sangat ramah. Lembut dan sopan serta sangat menghargai perempuan dan anak. Untuk menguliti ini, maka janganlah percaya pada apapun ucapan dan tingkah para politisi diruang publik dan telusurilah keasliannya, karena ketika didapati keasliannya, maka topengnya pasti akan terbuka.

Topeng dalam pengertian persona ini dimaksudkan bahwa manusia sebagai sosok individual akan mengunakan topeng dalam kehidupan keseharian yang berkait dalam hubungannya dengan masyarakat. Melalui topeang yang digunakan, seseorang bisa menutupi dirinya agar diri yang asli tidak terlihat dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui persona individu mengodifikasikan dirinya dalam bentuk atau rupa yang ia harapkan akan bisa diterima oleh orang lain.

Semua manusia punya persona. Karena persona adalah wajah sosial manusia. Semacam topeng yang kita rancang secara sadar atau tidak untuk memberi kesan kepada orang lain, dan sekaligus untuk menutupi sifat asli diri kita. Istilah awamnya, persona itu adalah pencitraan yang dibuat manusia.

Dalam konteks Anas ini, maka persona mana yang sedang dimainkan. Sebagai seorang politisi, Anas tentu sangat mahir dalam memainkan ini, apakah persona kebenaran atau persona kebohongan ?.Ketika kita mendalami konteks ini, maka teks dan narasi yang ada dan yang paling sering diucapkan Anas adalah dia sedang memainkan persona kebenaran dalam beberapa kebohongan. Anas hari ini tidak berhadapan dengan negara, tetapi berhadapan dengan kekuasaan yang juga berada diwilayah yang sama juga. 

Ketika dulu Anas menjadi tersangka, Anas pernah mengucapkan kalau dia terbukti korupsi, maka gantung Anas di Monas, dan pengadilan telah membuktikan bahwa anas bersalah (terlepas dari aspek politis), karena jika anas tidak bersalah sama sekali, pasti dia akan bisa bebas, tetapi kenyataannya Anas dihukum, tentu ada kesalahan yang dia lakukan. Kita pahami bahwa Anas sedang memainkan metafor ketika dia mengucapkan kalimat gantung dimonas itu. Metafor ini bis akita pahami, bahwa monas itu ada puncaknya, bisa jadi artinya adalah Anas tidak sendiri, bahwa ada puncak kekuasaan disana yang juga terlibat, maka gantunglah Anas dipuncak monas itu yang juga berarti jika anas digantung, maka segala hierarkhi kekuasaan akan tergantung juga. Selebihnya, silahkan pembaca menilai sendiri dengan mengacu kepada Filsafat Persona ini.

Anas, Demokrat dan PKN

Anas adalah mantan ketua partai Demokrat, yang kini berafiliasi dengan Partai Kebangkitan Nusantara, dimana I Gede Pasek Suardika yang juga eks demokrat sebagai ketuanya. Sebagai seorang napi koruptor, Anas punya catatan khusus dari kebebasannya yaitu dicabutnya hak politik untuk memilih dan dipilih selama lima tahun, tetapi Anas masih tetap bisa menjadi pengurus partai.

Bebasnya Anas, tentu berdampak pada eksistensi partai demokrat, karena posisi Anas adalah posisi kunci dalam kasus Hambalang yang menjerat Anas. Kebebasannya juga berdampak pada eksistensi partai PKN, namun akan berdampak dari dua sisi baik positif maupun negatif, positifnya adalah jika anas bergabung dengan PKN, maka kekuatan PKN bertambah, karena anas adalah gerbong besar yang bisa menarik lebih banyak massa, dan punya massa loyalis. Dampak buruknya adalah citra Anas sebagai seorang napi koruptor pasti akan berdampak pada eksistensi partai PKN.

Setiap partai politik yang basisnya adalah oligarkhi, maka dia tetap punya kelemahan, yaitu kapasitas yang kadang tidak pada tempatnya tetapi dipaksakan berada pada temaptnya apalagi diposisi puncak tanpa proses demokrasi, tetapi proses oligarkhi, yaitu penunjukan. Kapasitas seorang politisi adalah proses panjang perjalanan karir politiknya, bukan pada penempatan secara instan karena adanya kekuasaan oligarkhi. 

Kapasitas Anas tentu berbeda dengan kapasitas AHY, Anas ditempa didunia gerakan sipil yang kaya akan dinamika proses, demokrasi, musyawarah dan diluar hierarkhi dan dunia patron “ klien, sedangkan AHY ditempa dan dibesarkan didunia militer yang rigid dan serba tunduk patuh pada atasan, secara formal maupun informal. Tentu sangat berbeda.

AHY ketika menjadi pimpinan partai demokrat, tentu harus menyesuaikan lagi dengan gaya- gaya sipil yang tentunya memakan waktu lama dan butuh banyak energi. Sedangkan anas memang terbiasa didunia sipil yang telah membesarkannya.

Tetapi politik, bukan hanya persoalan, siapa yang mau dinaikkan dan siapa yang mau dijatuhkan, bukan hanya perkara siapa yang mau dimakmurkan dan siapa yang mau dikeringkan, tetapi politik adalah juga deal, bergaining yang terkadang juga diluar akal sehat bahkan diluar kepastian sebuah prediksi. Kepastian itu ada pada bahwa Anas akan membongkar habis “ habisan segala kebohongan dan kriminalisasi yang dilakukan terhadapnya atau sebaliknya. Politik penentunya bukanlah diarena yang nampak, tetapi ada kalanya di arena yang tidak nampak (black market), politik terkadang juga beyond. Ada sebuah ungkapan yang paling menohok dari politik, bahwa “mengapa rakyat bisa percaya apa yang diucpakan politisi, sedangkan para politisi sendiri tidak pernah percaya pada apa yang diucapkannya. Dalam politik, “iya” bisa berarti “tidak” dan “tidak” bisa berarti “iya”. Yang jelas, seluruh rakyat Indonesia harus terbebas dari kontestasi Anas dan Demokrat ini, karena seluruh rakyat Indonesia berada di sebelah “moral”, sedangkan Anas dan Demokrat adalah “abu-abu”.


T. Muhammad Jafar Sulaiman

Pengajar Filsafat Politik, Analis pada Meta Politica


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda