Regulasi Pengelolaan Anggaran Pemerintah Daerah Terkait Covid-19
Font: Ukuran: - +
Pandemi Covid-19 telah membawa pengaruh besar terhadap pelayanan pemerintah kepada rakyatnya, terutama untuk sektor kesehatan dan sosial, termasuk pada pemerintah daerah (Pemda).
Pemerintah daerah dituntut untuk melakukan banyak hal yang dapat memberikan rasa nyaman, diayomi, dilindungi, dan diperhatikan pada masyarakat. Masyarakat membutuhkan kepastian tentang bentuk pembatasan aktivitas, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan jaminan untuk bertahan hidup.
Masyarakat bertanya-tanya: “kemana uang Pemda yang banyak itu? Mengapa tidak digunakan untuk “merelaksasi” kondisi masyarakat yang ketakukan, cemas, bingung, dan putus asa?
Meskipun awalnya terkesan ragu-ragu, pemerintah pusat (Pempus) kemudian memberikan arahan dan kewenangan kepada Pemda melalui penerbitan beberapa regulasi sebagai pedoman bagi Pemda dan instansi lainnya.
Regulasi tersebut seperti Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 (tanggal 31/3/2020), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 (31/3/2020), Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 (20/3/2020), dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2020 (14/3/2020).
Selain itu, beberapa surat edaran (SE) dari kementerian dan kepala daerah dikeluarkan untuk implementasi di daerah.
Muara dari persoalan ini adalah ketersediaan dana di daerah. Pemda sebagai pengelola anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), mau tidak mau, harus mengeluarkan dana sangat besar untuk penanganan Covid-19.
Masalahnya, setiap pengeluaran dari kas daerah haruslah didasarkan pada angka-angka yang tercantum dalam APBD yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda) atau qanun.
Mengingat wabah Covid-19 ini merebak setelah penetapan APBD tahun anggaran 2020, maka dapat dipastikan tidak ada angaran yang khusus untuk itu. Yang ada adalah anggaran belanja tidak langsung dengan nama rekening belanja tidak terduga (BTT).
Pada kondisi seperti ini, anggaran BTT yang ada dapat dipastikan tidak mencukupi. Artinya, harus ditambah alokasi anggarannya dalam perubahan APBD.
Penegasan ini dinyatakan dalam Perppu 1 Tahun 2020 terkait kebijakan keuangan daerah (Pasal 1 ayat 4, Pasal 3 ayat 1), dimana Pemda boleh melakukan perubahan alokasi antarprogram dengan cara melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD, sebelum nantinya dimasukkan dalam Perda/qanun perubahan APBD.
Ada beberapa hal penting yang ditekankan dalam regulasi-regulasi tersebut. Pertama, fokus pada kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah.
Kedua, Pemda diberi kewenangan pemerintah daerah dalam urusan pendidikan, menjaga aktivitas ekonomi, dan perubahan kebijakan anggaran, sehingga dampak negatif dari Covid-19 dapat diminimalisir.
Terakhir, Mendagri memberikan pedoman teknis untuk pengelolaan keuangan untuk penanganan Covid-19.
Mendagri kemudian menerbitkan Instruksi Menteri Nomor 1 Tahun 2020 pada tanggal 2 April 2020, yang ditujukan kepada gubernur, bupati, dan walikota, dengan 7 (tujuh) poin, yakni:
a. Melakukan refocusing dan/atau perubahan alokasi anggaran untuk meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penyediaan jarring pengamanan sosial (social safety net).
b. Melakukan koordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) terkait hal-hal yang berhubungan dengan mobilitas masyarakat.
c. Memastikan dan mengawasi kecukupan sembako di wilayah masing-masing dan tetap berjalannya operasi industri dan pabrik dengan memperhatikan protocol kesehatan (jaga jarak, tersedia hand sanitizer dan lain-lain).
d. Instruksi Mendagri ini harus dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak dikeluarkan atau paling lambat 9 April 2020.
e. Apabila Pemda tidak melaksanakan Instruksi Mendagri ini maka dilakukakan rasionalisasi atau pemotongan dana transfer ke Pemda bersangkutan.
f. Aparat pengawas intern pemerintah (APIP) secara berjenjang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Instruksi Mendagri ini.
g. Instruksi Mendagri ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan (2 April 2020).
Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2020 ini memberikan penjelasan rinci tentang tata cara percepatan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran Pemda untuk 3 (tiga) hal, yakni penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penyediaan social safety net.
Aktivitas untuk penanganan kesehatan meliputi:
a. Penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) yang telah ada dalam APBD. Prioritas penggunaan BTT ini adalah untuk penyediaan sarana dan prasaran kesehatan berupa barang pelindung warga dan komunitas, dan alat pelindung petugas medis, serta penyediaan sarana prasarana kesehatan lainnya;
b. Penyediaan sarana fasilitas kesehatan;
c. Merekrut tenaga kesehatan/medis baru dan memberi pelatihan singkat;
d. Memberi insentif bagi tenaga kesehatan/medis, investigator, relawan, dan tenaga lainnya menggunakan standar harga satuan di daerah;
e. Penyemprotan desinfektan;
f. Penyewaan rumah singgah untuk isolasi PDP;
g. Pemeriksaan laboratorium bagi masyarakat;
h. Pengadaan alat evakuasi korban positif Covid-19;
i. Penanganan jenazah korban Covid-19; dan
j. Penanganan kesehatan lainnya.
Dalam hal penanganan dampak ekonomi oleh Pemda dengan menggunakan BTT mencakup antara lain:
a. Pengadaan bahan pangan dan kebutuhan pokok;
b. Pemberian insentif berupa pengurangan/pembebasan pajak daerah; pelonggaran kewajiban perpajakan daerah, dan perpanjangan waktu pemenuhan kewajiban dana bergulir;
c. Pemberian stimulus berupa penguatan modal usaha pada UMKM, dan penanganan dampak ekonomi lainnya.
Sedangkan untuk aktivitas penyediaan social safety net dilakukan dengan cara pemberian hibah/bantuan sosial dalam bentuk uang dan/atau barang secara memadai, antara lain kepada:
a. Individu/masyarakat terdampak atau memiliki risiko sosial seperti keluarga miskin, pekerja harian, dan individu lainnya;
b. Fasilitas kesehatan milik masyarakat/swasta yang ikut serta melakukan penanganan pandemik Covid-19; dan
c. Instansi verikal yang terlibat penanganan Covid-19.
Apabila anggaran BTT yang ada tidak mencukupi, Pemda melakukan penjadwalan ulang terhadap kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya, perubahan alokasi anggaran dan pemanfaatan uang kas yang tersedia. Perubahan alokasi anggaran dilakukan terhadap beberapa kegiatan, seperti:
a. Kegiatan yang didanai dari dana transfer Pempus dan dana transfer antar daerah;
b. Belanja modal yang kurang prioritas;
c. Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan;
d. Hasil rasionalisasi belanja daerah untuk perjalanan dinas, kegiatan rapat, Pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau kegiatan sejenis lainnya;
e. Pengeluaran pembiayaan tahun berjalan; dan/atau
f. Pemanfaatan dana yang berasal dari penerimaan daerah tahun 2020.
Untuk tujuan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, Instruksi Mendagri ini juga memberikan format laporan pertanggungjawaban APBD tahun anggaran 2020 untuk penanganan Covid-19 dan format laporan belanja tidak terduga dalam APBD tahun anggaran 2020 untuk penanganan Covid-19.
Pada tanggal 24 Maret 2020, Menteri Keuangan mengeluarkan surat edaran Nomor S-239/MK.02/2020 perihal Insentif Bulanan dan Santunan kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19.
Insentif yang diberikan adalah: dokter spesialis Rp15 juta, dokter umum/gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp5 juta.
Sedangkan santunan kematian yang diberikan adalah sebesar Rp300 juta per orang. Sumber pendanaan untuk insentif dan tunjangan kematian ini di Pemda adalah dari pengalihan penggunaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan/atau APBD.
Pemda mungkin saja diliputi kebimbangan terkait dengan penggunaan APBD tahun anggaran 2010 untuk penanganan pandemi Covid-19 karena takut terjerat masalah korupsi.
Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian mengeluarkan Surat Edaran KPK Nomor 8 Tahun 2020 dan mengingatkan Pemda agar dalam seluruh tahapan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa (PBJ) menghindari setidaknya 8 (delapan) perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, yakni:
a. Melakukan persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa;
b. Memperoleh kickback dari penyedia;
c. Mengandung unsur penyuapan;
d. Mengandung unsur gratifikasi;
f. Mengandung unsur adanya benturan kepentingan dalam pengadaan;
g. Mengandung unsur kecurangan dan atau mal-administrasi;
h. Berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat; dan
i. Membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi.
Kedelapan hal tersebut tidak boleh dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah, meskipun saat ini dalam kondisi darurat, yang membutuhkan efektivitas dalam pelaksanaan tugas penanganan Covid-19.
Prinsip value for money, yakni diperolehnya barang/jasa yang tepat sesuai dengan biaya yang sesungguhnya, tetap menjadi pedoman, sehingga tansparansi dan akuntabilitas menjadi sebuah keniscayaan yang harus dipegang.
Dr. Syukriy Abdullah, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah