Eks Dirut Pertamina Ngaku Tak Bersalah, KPK: Wajar dan Lumrah
Font: Ukuran: - +
Juru bicara bidang penindakan KPK, Ali Fikri.
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan menanggapi klaim tidak bersalah mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan. Bantahan itu disebut lumrah dicetuskan tersangka.
"Kalau seorang tersangka tidak merasa bersalah, hampir semua tersangka selalu mengatakan demikian. Saya kira itu hal wajar dan lumrah, silakan saja disampaikan," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Ali menjelaskan klaim dari Karen tidak membuat pengusutan dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) dihentikan. Sebab, penanganan perkara itu didasari kecukupan bukti.
"Kami telah memiliki kecukupan alat bukti untuk menyatakan bahwa sebuah perkara naik pada proses penyidikan dan menetapkan seorang sebagai tersangka," ucap Ali.
Karen merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG pada 2011 sampai 2021. Negara ditaksir merugi USD140 juta atau setara dengan Rp2,1 triliun akibat kasus ini.
Kasus ini bermula ketika adanya perkiraan defisit gas di Indonesia pada 2009 sampai 2040. Kemungkinan itu membuat diperlukannya pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia lain di Tanah Air.
Karen lantas membuat kebijakan membuat kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG di luar negeri. Salah satunya yakni Corpus Christi Liquefaction (CCL) LCC Amerika Serikat.
Pemilihan perusahaan asing itu dilakukan sepihak. Karen juga tidak melaporkan pemilihan itu ke Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero). KPK meyakini langkah itu melanggar hukum.
Karen juga tidak melaporkan pemilihan perusahaan asing yang dipilih itu ke pemerintah. Sehingga, pengadaan LNG ini dilakukan atas keputusan satu pihak saja.
Keputusan Karen membuat LNG yang dibeli tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargonya kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
KPK meyakini sikap Karen melanggar aturan yang berlaku. Lembaga Antirasuah dipastikan terus mendalami dugaan ini.
Karen dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.