DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mendukung pembentukan Majelis Ulama Perempuan Global termasuk di Indonesia. Hal itu menjadi bentuk keseriusan Indonesia soal kesetaraan gender.
Dukungan itu disampaikan saat menerima cendekiawan perempuan Mesir Nahla Sabry El-Saidy. Nahla saat ini menjabat sebagai Direktur Markaz Tathwir (Pusat Pengembangan Pelajar dan Mahasiswa Asing Al-Azhar).
Menanggapi hal itu, Guru Besar Ilmu Filsafat Islam UIN Ar-Raniry, Prof Dr H Syamsul Rijal MAg mendukung ide gagasan tersebut dimplementasikan.
Menurutnya, perempuan perlu diberi ruang bergerak yang lebih besar dalam berkiprah memberikan kontribusi khususnya untuk sesama kaum wanita.
"Jadi perempuan itu tidak sebatas ruang majelis taklim tapi bisa diperluas dengan memberikan ruang bagi perempuan dalam menggali potensi untuk berkontribusi dalam isu-isu global," ujarnya kepada Dialeksis.com, Jumat (22/12/2023).
Namun demikian, kata Wakil Ketua Pemangku Adat MAA itu, perlu disamakan persepsi terkait keberadaan majelis keulamaan itu, karena di Indonesia masih menjadi pertentangan bahwa fatwa majelis ulama itu dianggap tidak mengikatkan untuk dilaksanakan kaum muslimin, serta belum menjadi kebijakan negara.
Terpenting, bagi Prof Syamsul, apakah dimungkinkan ketika diperlukan eksistensi keulamaan atau tokoh agama dibentuk dibawah Undang-undang.
Karena, kata dia, jika hanya membentuk Majelis Ulama Perempuan Global tanpa pijakan hukum yang jelas, tentu eksistensinya kurang memberikan kontribusi kepada kebijakan negara.
Akan tetapi, sambungnya, jika majelis tersebut hadir seperti diamanahkan dalam UU, pasti produk yang dihasilkan dari Majelis Ulama Perempuan Global akan lebih baik dan strategis.