Ini Alasan Aktivis Lingkungan Dorong Adanya UU Keadilan Iklim
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dan Yayasan Pikul mendorong pemerintah agar membuat Undang-Undang Keadilan Iklim. Tujuannya untuk menekankan prinsip keadilan iklim dalam peraturan pemerintah.
Direktur Eksekutif ICEL Reynaldo G. Sembiring mengungkapkan bahwa UU Lingkungan Hidup yang ada saat ini belum bisa mencakup semua permasalahan iklim yang ada, khususnya keadilan kepada masyarakat yang termarjinalkan.
"Kita perlu melihat bahwa konteks penanganan masalah iklim memang tidak mungkin terbatas pada sektor administratif tertentu. Ada satu atmosfer bersama yang harus dilakukan bersama dan harus melampaui sekat-sekat administratif dan birokrasi," kata Reynaldo, Sabtu, (3/6/2023).
Reynaldo mengungkapkan, produk legislasi soal iklim yang telah diterapkan di berbagai negara telah terbukti menurunkan emisi sebesar 37,7 gigaton CO2 ekuivalen di setiap negara dalam satu tahun. Hal itu diungkapkan dalam sebuah penelitian.
"Jadi ada satu ukuran yang berhasil diukur secara global dari legislasi iklim yang sudah ada. Karenanya Indonesia butuh legislasi iklim itu," imbuh dia.
Reynaldo membeberkan, dalam aturan tersebut memuat berbagai kerangka hukum yang menaungi semua sektor. Selain itu perlu memuat prinsip keadilan iklim, prinsip rekognisi dan prinsip keadilan prosedural. Selanjutnya perlu juga dimuat tentang prinsip keadilan gender dan keadilan antargenerasi.
Untuk materi UU, Reynaldo mengusulkan agar adanya materi mitigasi, adaptasi, loss and damage, tata kelola perubahan iklim, penegakan hukum, pembinaan iklim dan mosi publik.
"Mosi publik ini adalah materi baru yang kita usulkan agar publik bisa punya hak untuk melakukan proses untuk bisa melakukan proses dan bias menentukan jika ada kebijakan yang merugikan mereka terkait dari dampak bencana iklim," ucap dia.
Pada kesempatan itu, Direktur Eksekutif Walhi Zenzi Suhadi mengungkapkan, selama ini perubahan iklim disebabkan oleh aktivitas ekonomi. Meskipun sudah ada UU LHK, tapi dia menilai UU itu masih terbatas, karena sifatnya yang administratif.
Karenanya, ia mendorong agar UU Keadilan Iklim dibuat bersifat kodifikasi. Artinya seluruh kebijakan yang ada akan terintegrasi dan bisa menjawab problem ketidakadilan yang sudah terjadi.
"UU Keadilan Iklim ini harus menjadi payung untuk mendistribusikan keadilan kepada rakyat, kepada masyarakat yang selama ini menjadi pihak yang diposisikan terdampak dari perubahan iklim," ujar Zenzi.