Kasus Kekerasan Seksual di Sumut Mulai Mengkhawatirkan
Font: Ukuran: - +
DAILEKSIS.COM | Medan - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menyoroti tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan di Sumatera Utara.
Ia mengatakan kasus tersebut terus meningkat sepanjang tahun dan makin mengerikan.
Bahkan, kata dia, sampai saat ini Sumatera Utara menduduki posisi ke enam dari 34 provinsi dengan angka paling banyak mengalami kekerasan berbasis gender tersebut.
Bahkan, Arist mengatakan kasus ini belum termasuk korban-korban yang enggan melaporkan karena takut ketika melaporkan kejadian yang ia alami justru mendapatkan ekploitasi yang dilakukan aparat saat melakukan pemeriksaan.
Menurutnya, masih banyak aparat yang melakukan penyelidikan kasus kekerasan seksual terhadap korbannya justru diperlakukan layaknya korban adalah pelaku.
"Itu lemahnya penegakan hukum itu seperti itu. Itu bisa salah satu faktor orang tidak mau melaporkan. Karena justru melaporkan disana justru mengulang kembali traumatis apa yang dia rasakan," katanya saat dihubungi melalu telepon seluler pada Sabtu (8/5/2021).
Dalam beberapa kasus seperti ini, banyak korban yang terpaksa menghentikan kasusnya karena merasa tidak menyelesaikan masalah, bahkan mengalami traumatis yang mendalam ketika terus di eksploitasi melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat melapor.
Meski demikian, Arist menyarankan kepada Kepolisian baik tingkat Polda, Polrestabes, maupun Polsek untuk menyediakan psikolog untuk membantu korban yang melapor sekaligus dapat membantu proses pemulihan psikologis orang tersebut.
"Saya sudah warning ini. Kita juga harap Kapolda Sumatera Utara yang baru harus memberikan perhatian itu,"
"Karena saya melihat sejak dia dilantik menjabat Kapolda itu tidak ada aksi-aksi yang melindungi anak dan perempuan," katanya.
Menurut pria kelahiran Pematang Siantar ini, seharusnya kasus gelar perkara masalah seksual tidak perlu dilakukan.
Karena ketika gelar perkara digelar tentu akan memperparah kondisi korban karena bisa saja dipertemukan dengan pelaku.
Namun demikian, ia juga memahami proses hukum yang ada di Indonesia apalagi untuk mempermudah proses hukum.
"Itukan kasus kejahatan seksual. Kasus seperti yang saya sampaikan tidak boleh digelar perkaranya di depan publik. Tapi kan syarat penegakan hukum adalah gelar kasus. Itu bisa saja korban dihadirkan.[Tribun Medan]