DIALEKSIS.COM | Aceh - Jejak sejarah dan dinamika pergerakan umat Islam di Asia Tenggara kembali mencuat melalui keterkaitan antara komunitas Muslim Cham di Kamboja dengan Aceh. Berdasarkan hasil penelusuran tim redaksi Dialeksis, hubungan ini berakar pada migrasi sejarah, jaringan perdagangan, serta solidaritas pasca-bencana yang membentuk identitas keagamaan kedua wilayah.
Migrasi Sejarah dan Perpindahan Komunitas
Runtuhnya Kerajaan Champa di Vietnam selatan pada abad ke-15 memaksa sejumlah masyarakat Cham untuk mengungsi. Tak hanya menetap di Kamboja, sejumlah pengungsi juga memilih Aceh, Malaka, dan Tiongkok sebagai tempat mencari perlindungan. Aceh, yang telah dikenal sebagai pusat penyebaran Islam sejak abad ke-13, menyambut kehadiran komunitas Cham sebagai bagian dari upaya melestarikan tradisi keislaman di kawasan ini.
Jaringan Perdagangan dan Dakwah
Jalur maritim Selat Malaka menjadi koridor penting dalam pertukaran budaya, perdagangan rempah, dan penyebaran dakwah Islam antara Champa dan Aceh. Interaksi intens antara ulama Aceh dan tokoh-tokoh keagamaan Cham diyakini turut memberi warna dalam perkembangan pendidikan Islam di kedua belah pihak. Meski bukti tertulis masih terbatas, praktik lisan dan tradisi keagamaan seperti tarekat mengindikasikan adanya pengaruh timbal balik yang kuat.
Solidaritas di Tengah Luka Sejarah
Kisah pilu genosida Khmer Merah (1975–1979) turut menyatukan simpati umat Islam di kawasan ini. Dalam upaya mengatasi trauma dan mengembalikan kepercayaan, Mufti Kerajaan Kamboja mengimbau Aceh untuk memberikan bantuan. Dengan otonomi khusus dan penerapan syariat Islam, Aceh dianggap memiliki kapasitas untuk menyokong komunitas Cham melalui program bantuan ekonomi, pendidikan, dan keagamaan.
Sinergi Budaya dan Pendidikan
Walaupun bahasa dan tradisi masing-masing komunitas memiliki perbedaan, pengaruh budaya Melayu dan Arab menjadi benang merah yang menyatukan. Perayaan Maulid Nabi, kenduri, dan sistem pendidikan berbasis dayah yang telah lama dikenal di Aceh, diyakini dapat menjadi model bagi revitalisasi pendidikan Islam komunitas Cham. Kesamaan inilah yang mendorong terbentuknya ikatan solidaritas dalam menghadapi berbagai tantangan kontemporer.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Seruan dukungan dari Mufti Kerajaan Kamboja membuka peluang kerja sama lebih lanjut antara Aceh dan komunitas Cham. Harapan ke depan mencakup pertukaran program pendidikan, pelatihan keterampilan, dan investasi di sektor ekonomi. Namun, timbul pula sejumlah tantangan, terutama terkait minimnya dokumentasi sejarah langsung dan fokus pembangunan domestik di Aceh.
Dalam konteks identitas Muslim Asia Tenggara yang semakin disadari, kolaborasi lintas budaya dan sejarah seperti ini memiliki potensi strategis. Forum regional seperti OKI dan ASEAN pun diyakini dapat menjadi wadah diplomasi budaya guna mengukuhkan solidaritas dan memperkuat jejaring keislaman di kawasan.