KPK Selidiki Aliran Uang Diduga Masuk ke Perusahaan Milik Edhy Prabowo
Font: Ukuran: - +
Juru Bicara KPK, Ali Fikri. [Foto: MI/Susanto]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menelisik adanya sejumlah aliran uang, yang diduga masuk ke perusahaan milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (EP). Uang itu diduga berkaitan dengan dugaan suap pengurusan izin ekspor benih bening (benur) lobster.
Penyidik mendalami dugaan aliran uang yang masuk ke perusahaan Edhy Prabowo itu lewat seorang saksi Ikhwan Amirudin, pada Kamis, 25 Februari 2021, kemarin. Ikhwan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan suap pengurusan ekspor izin benih lobster untuk tersangka Edhy Prabowo (EP).
"Ikhwan Amirudin didalami pengetahuannya terkait aliran sejumlah uang ke beberapa pihak diantaranya ke perusahaan yang diduga milik tersangka EP," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Jumat (26/2/2021).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Ikhwan Amirudin merupakan Politikus Partai Gerindra. Ikhwan tercatat pernah menjadi Direktur di PT Gardatama Nusantara pada Desember 2011. Perusahaan itu disebut-sebut menerima sejumlah aliran uang.
Belakangan, KPK intens menelusuri sejumlah aliran uang dugaan suap terkait perizinan ekspor benih bening lobster. Uang dugaan suap itu disinyalir mengalir ke sejumlah aset milik Edhy Prabowo dan ke pihak-pihak lain. Hal itu kemudian didalami penyidik lewat sejumlah saksi.
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster. Ketujuh tersangka itu yakni, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (EP); Stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan, Safri (SAF) dan Andreau Misanta Pribadi (AMP).
Kemudian, Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri Kelautan dan Perikanan, Ainul Faqih (AF); dan pihak swasta Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya, Iis Rosita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy. [Okezone]