Lukman Age Ikut Berduka Atas Meninggalnya Carmel Budiarjo
Font: Ukuran: - +
Reporter : Agam K
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Perwakilan BPKS Banda Aceh, Lukman Age, turut berduka atas meninggalnya pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan pendiri Tapol, Carmel Budiarjo.
Lukman Age melalui akun Facebooknya menuliskan, Carmel Budiarjo telah memberikan inspirasi baginya dalam menjalani kehidupan di hari tua, yaitu tentang memberi arti di usia senja. Awalnya ia kenal Carmel Budiarjo pada tahun 1998, say menjadi Kadiv Penerbitan & Investigasi Forum LSM Aceh.
“Kontak pertama dengan beliau pada tahun 1998, setelah saya sebagai Kadiv Penerbitan & Investigasi Forum LSM Aceh, melakukan investigasi dan menemukan 9 kuburan massal atau lokasi pembuangan mayat korban DOM di Pidie, Aceh Utara dan Tamiang, salah satunya berlokasi di Seureukee yang kemudian dikenal sebagai Bukit Tengkorak, penduduk setempat menyebutkan lebih 200 mayat dibuang disana,” tulis Lukman Age.
Lukman Age menambahkan, informasi tentang kuburan massal tersebut, dipublis oleh Carmel dalam Buletin Tapol edisi September 1998. Meski penampilannya sederhana buletin Tapol cukup mengusik pemerintah Indonesia, khususnya rezim orde baru.
Dirinya sempat 3 tahun di penjara tanpa proses hukum. Selain tentang Aceh, buletin Tapol yang terbit sejak 1973 juga mengungkapkan pelanggaran HAM di Tanjung Priok, Timur Leste, Papua dan lainnya.
“Setelah itu Carmel dan Tapol menjadi bagian yang penting dan kami hormati dalam setiap advokasi internasional pelanggaran HAM di Aceh, kalau tak salah pernah juga mengunjungi kantor kami di Merduati,” tutur Lukman Age.
Tambahnya, sisi lain yang menarik dari Carmel adalah kemampuannya untuk tetap berkontribusi meski usianya sudah lanjut. Saat aktif mengadvokasi HAM Aceh, ia berusia 75-80 tahun dan tiga tahun sebelum meninggal, yakni saat usianya 93 tahun, Carmel masih ikut dalam proses publikasi Tapol yang sudah berbasis online.
Bahkan banyak orang yang masih eksis di usia lebih 80 tahun, namun Carmel melakukannya tanpa atribut dan fasilitas macam-macam, hal yang menjadikannya lebih memungkinkan untuk ditiru.
“Tidak seperti NGO lain yang melaksanakan even-even besar, bantuan dana, konferensi, pameran atau publikasi skala besar, yang dilakukan Tapol hanyalah menjaga konsistensi akan kredibilitas data dan penerbitannya,” ungkap Lukman Age.
Dana yang digunakan juga kemungkinan sebagian besar dari kantong Carmel sendiri. Kantornya pun hanya satu kamar dari rumahnya yang tidak bisa dikategorikan besar, di pinggiran kota London.
“Saat saya berkunjung pada tahun 2005, hanya Carmel sendiri yang saya temui di rumah sekaligus kantornya itu. Namun dengan fasilitas seadanya Carmel mendapatkan respek yang besar dari berbagai pihak, dia memperoleh penghargaan dunia the Right Livelihood Award, diberi gelar Tjut di Aceh, Putri Sulung Bangsa Papua juga Ordem the Timor Leste, penghargaan tertinggi dari pemerintah Timor Leste,” pungkas Lukman Age.
“Selamat jalan Carmel dari kami yang turut berduka cita,” tutupnya.