Mantan Menkes Beri Respons Keras Soal Percobaan Nyamuk Wolbachia untuk Kendalikan DBD
Font: Ukuran: - +
Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Siti Fadillah Supari. [Foto: Liputan6]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Siti Fadillah Supari bereaksi keras setelah pemerintah melalui Kemenkes RI berencana menyebarkan telur nyamuk wolbachia sebagai langkah pengendalian demam berdarah dengue (DBD).
Menkes RI era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengaku heran lantaran menurutnya masyarakat Indonesia hanya dijadikan sebagai kelinci percobaan dari program World Mosquito Program (WMP) yang merupakan bagian dari Monash University.
"Ini adalah sesuatu ketidaknyamanan bagi kami bagi rakyat Indonesia kalau ada hal yang seperti ini, mungkin harus ada tata cara bagaimana kalau rakyat itu digunakan satu penelitian jadi jangan begitu saja rakyat itu dipakai seperti itu," ungkap Siti dalam sebuah tayangan video yang diunggah akun YouTube, Jakarta, dikutip Jumat (17/11/2023).
Sejauh ini, Kemenkes menurut Siti cukup berhasil mengendalikan DBD. Sehingga tidak ada kasus kematian yang membuat heboh. Siti pun mempertanyakan jika kemudian ada riset baru yang dilakukan secara tidak transparan.
"Kami tidak menolak penelitian oleh siapapun. Tetapi kalau mereka menggunakan masyarakat kita dalam penelitian itu harusnya ada cara yang lebih transparan," tegas Siti.
Upaya penolakan masyarakat Bali terkait akan disebarkannya jentik nyamuk berbakteri Wolbachia di tempat mereka mendapat dukungan dari Siti.
"Jadi ini adalah programnya WMP, meliputi dari 11 negara, yaitu Vanuatu, Indonesia, Australia kemudian Sri Lanka, Vietnam, Kolombia, Meksiko, Fiji dan Kiribati. Sementara Singapura tidak jadi, tetapi di Indonesia tidak ada yang, apakah betul masyarakat kita menyetujui atau tidak saya tidak tahu," tegasnya.
Lantas demikian Kemenkes pun resmi menunda penyebaran jentik nyamuk Wolbachia tersebut di Bali.
Sementara, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan penundaan lebih disebabkan oleh kurangnya penyiapan masyarakat, serta informasi yang belum sepenuhnya tersampaikan.
"Penundaan lebih kepada kurang optimalnya persiapan masyarakat, sehingga ada pihak yang merasa belum mendapatkan informasi yang sebenarnya," terang Nadia dalam keterangan persnya, Kamis (16/11/2023).