Mendagri Usul Masker dan APD Diwajibkan Jadi Alat Peraga Kampanye
Font: Ukuran: - +
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian berpandangan, meningkatnya kasus positif Covid-19 dan dampak sosial-ekonomi akibat pandemi ini perlu dijadikan isu utama dalam Pilkada 2020 yang ditonjolkan di setiap tahapan. Dengan begitu, semua calon kepala daerah (cakada) bisa berkontribusi positif dalam penanganan Covid-19, membantu UMKM, membantu pengangguran, PHK dan isu substansial lainnya.
“Tema ini strategi yang akan berpengaruh kepada operasi dan taktis di lapangan oleh kontestan. Masyarakat pun digiring dengan tema ini. Mereka akan mencari pemimpin yang bisa menyelesaikan pandemi Covid-19 atau mengendalikan pandemi Covid-19 berikut dampak sosial ekonominya,” usul Tito dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020).
Namun, Tito melihat, gaya sosialisasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih menggunakan cara lama. Untuk itu, ia mengusulkan alat peraga kampanye (APK) pilkada diganti dengan benda yang dapat mencegah atau bahkan memotong rantai penularan Covid-19.
“Masker misalnya, sehingga kami sarankan masker dengan paslon nomor urut bukan hanya boleh, diwajibkan, handsanitizer nama paslon nomor urut. Nah ini otomatis akan terjadi pembagian masif alat-alat proteksi ini,” kata Tito dalam keterangan tertulis.
Menurut mantan Kapolri ini, dengan konsep demikian, pilkada akan sangat menolong pemerintah untuk mengendalikan penularan. Semisal, 100 ribu item alat pelindung diri dari setiap kontestan, akan ada 70 juta lebih APD yang akan tersalurkan ke masyarakat.
“Teman-teman kontestan dan tim suksesnya ini sebetulnya bisa menjadi agen menyebarkan alat-alat peraga itu secara masif door to door dan kepentingannya untuk mendorong elektabilitas yang diusung,” ujarnya.
Di sisi lain, sambung Tito, negara dan pemerintah diuntungkan karena terjadi sosialisasi dan pembagian APD. Untuk itu, hal ini perlu diatur dalam PKPU, sehingga mempersempit potensi terjadinya kerumunan. Begitu juga dengan debat, temanya harus soal pandemi Covid-19 dan dampak sosial-ekonominya.
“Masyarakat akan melihat daerah-daerah yang naik (kasus Covid-19), otomatis kontestan petahana mungkin akan mendapatkan kerugian, karena akan mendapat image buruk,” ujar Tito.
Sementara, kata dia, untuk calon penantang petahana justru bisa membuat gagasan kalau menjadi kepala daerah akan seperti apa penanganan dan dampak sosial-ekonominya. Karena, ini menjadi tantangan bagi semua pihak, bukan hanya kepala daerah, tapi pemerintah pusat dan juga dunia.
“Jadi, semua bawa ke konsep. Pemikiran seperti itu dan langkah-langkahnya bisa mewarnai,” pungkasnya.