Menkominfo: Hoaks Tentang Pemilu Paling Banyak Ditemukan di Facebook
Font: Ukuran: - +
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, hoaks terkait pemilihan umum (pemilu) paling banyak ditemukan di media sosial Facebook milik Meta platform.
Pihak Kementerian Kominfo sudah meminta kepada Meta untuk melakukan take down ratusan konten yang memuat hoaks seputar Pemilu 2024.
"Penyebaran hoaks dan disinformasi meski beragam dapat ditemukan di beragam dan di berbagai media sosial. Catatan kami menunjukkan penyebaran hoaks dan disinformasi terkait pemilu paling banyak ditemukan di platform Facebook yang dimiliki oleh Meta platform," ujar Budi Arie dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring pada Jumat (27/10/2023).
"Saat ini kami telah mengajukan take down 454 konten kepada pihak Meta. Kondisi ini tentu harus mejadi kekhawatiran kita bersama. Bahwa hoaks pemilu sebagai bentuk information disorder tidak hanya menurunkan kualitas demokrasi, tapi juga berpotensi memecah belah persatuan bangsa," tutur dia.
Budi Arie juga mengungkapkan, saat ini terjadi peningkatan jumlah informasi hoaks terkait pemilu jelang pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Peningkatannya terhitung hampir 10 kali lipat jika dibandingkan pada 2022.
"Kemenkominfo mencatat bahwa sepanjang 2022 hanya terdapat 10 hoaks pemilu. Namun, sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023 terdapat 98 isu hoaks pemilu," kata dia.
"Berarti terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat isu hoaks dibandingkan tahun lalu. Secara khusus meski terlihat fluktuatif sejak Juli 2023 terjadi peningkatan signifikan dari bulan ke bulan sebelumnya," ucap Budi Arie.
Merujuk pemungutan suara yang jatuh pada 14 Februari 2024, Budi Arie menyebut pelaksanaan pemilu kurang 109 hari lagi.
Ia pun meminta masyarakat bersiap merespons penyebaran hoaks terkait pemilu yang semakin meningkat. Budi Arie pun menyebutkan beberapa contoh hoaks pemilu yang beredar dan sudah dicatat oleh Kementerian Kominfo.
Salah satunya soal disinformasi soal Prabowo Subianto yang gagal mencalonkan diri sebagai presiden setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan batas usia syarat capres. Selain itu, sebelumnya beredar disinformasi bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) menolak pendaftaran Ganjar Pranowo menjadi capres karena ingin menjegal Anies Baswedan.
Tidak hanya menyasar bakal capres dan bakal cawapres, isu hoaks dan disinformasi turut menyasar reputasi KPU dan penyelenggaraan pemilu.
"(Tujuannya) untuk menimbulkan distrust kepada pemilu kita. Contoh hoaks lainnya adalah kami menemukan konten terkait temuan uang palsu di Pandeglang yang akan digunakan untuk membeli suara pada pilpres 2024," ujar Budi.
"Dan disinformasi penerbitan draf surat suara capres cawapres 2024 padahal KPU belum melakukan penerbitan atau pencetakan surat suara," kata Budi.