Menteri Keuangan Ungkap Siasat Kelola Utang pada 2022
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | J akarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sejumlah siasat pemerintah untuk mengelola utang pada 2022 mendatang. Ia memastikan pemerintah akan mengelola utang dengan prinsip kehati-hatian (prudent) dan berkelanjutan (sustainable).
"Utang yang meningkat akibat pandemi dan berbagai kebutuhan akibat pandemi serta countercyclical, harus terus dikelola dengan dinamika lingkungan yang makin tidak mudah," ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (31/5).
Ia menuturkan pemerintah akan menjaga agar mitigasi risiko utang dilakukan dengan menjaga rasio utang dalam batas terkendali. Tahun depan, pemerintah mematok rasio utang 43,76 persen sampai 44,28 persen dari PDB.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah akan melakukan pendalaman pasar dalam negeri sehingga cost of fund (biaya dana) dari penerbitan utang lebih kompetitif dan efisien.
"Pemerintah mendorong pembiayaan secara inovatif dengan pengembangan skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha) yang lebih masif," katanya.
Ani, sapaan akrabnya, mengatakan pemerintah akan memperkuat peran Sovereign Wealth Fund (SWF) atau dana abadi dan Special Mission Vehicles (SMV) Kementerian Keuangan.
Diketahui, Kementerian Keuangan memiliki delapan SMV, yakni PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII), PT Sarana Multigriya Finansial (PT SMF), dan PT Geo Dipa Energi (PT GDE).
Kemudian, Lembaga Pengelola Ekspor Indonesia (LPEI), Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP).
"Penguatan peran SWF dan SMV, dalam mendorong efektivitas peran BUMN sebagai target pembangunan agar tetap mampu berperan aktif dalam akselerasi pencapaian target pembangunan, namun dengan akuntabilitas dan sustainabilitas neraca BUMN yang harus makin kuat," katanya.
Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah tembus Rp6.445,07 triliun per Maret 2021. Jumlahnya melonjak Rp1.253 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp5.192 triliun.
Apabila dibandingkan dengan posisi Februari 2021 yang sebesar Rp6.361 triliun, maka total utang pemerintah dalam satu bulan naik Rp84 triliun. Rasio utang pemerintah pun ikut terkerek menjadi 41,64 persen terhadap PDB.
Sejalan dengan pengelolaan utang yang prudent dan sustainable, maka pemerintah menargetkan defisit APBN bisa ditekan menjadi 4,51 persen sampai dengan 4,85 persen dari PDB tahun depan. Selanjutnya, defisit fiskal ditargetkan kembali pada maksimal 3 persen dari PDB pada 2023 mendatang sesuai dengan ketentuan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
"Meski pun kami pahami dinamika dan risiko yang masih sangat besar akibat belum pastinya kapan pandemi berakhir. Ini merupakan satu tantangan dan sekaligus menjadi topik yang bisa dibahas secara terbuka dengan tetap menjaga APBN tetap sehat karena dia merupakan syarat yang perlu bagi ekonomi tetap bisa berkembang ke depan," ujarnya.[CNN Indonesia]