Mereka yang Tak Lolos Tes ASN Itu Motor OTT Kelas Kakap
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Nasib 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat alih status sebagai ASN masih terombang-ambing. Bahkan, beredar surat keputusan yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri bila mereka yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan atau TWK itu akan dinonaktifkan.
Dalam potongan surat yang belum dilengkapi tanggal itu tertulis 4 poin keputusan Pimpinan KPK.
Pertama, menetapkan nama-nama pegawai yang tersebut dalam lampiran surat keputusan ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi ASN. Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut. Ketiga, isinya menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini. Keempat menyatakan bahwa keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri telah angkat bicara mengenai surat yang beredar itu. KPK, kata Ali, menyayangkan beredarnya potongan surat itu.
"Kami menyayangkan beredarnya potongan surat tersebut, karena secara kelembagaan, saat ini KPK sedang berupaya untuk menyelesaikan seluruh tahapan pengalihan pegawai KPK menjadi ASN dengan cermat agar bisa tepat waktu sesuai rencana," kata Ali kepada wartawan, Minggu (9/5/2021).
Ali tidak menepis atau mengamini dengan terang mengenai surat itu. Dia hanya menyayangkan beredarnya potongan surat itu.
Lalu bagaimana kelanjutannya?
Setidaknya sejauh ini belum ada keputusan resmi apapun yang disampaikan KPK. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Minggu (9/5) mengatakan pengumuman alih status pegawai KPK sebagai ASN baru sebatas 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat, 75 orang tidak memenuhi syarat, dan 2 orang tidak hadir dalam proses asesmen.
"Kami tegaskan bahwa langkah lebih lanjut akan berkoordinasi dengan KemenPAN RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) dan BKN (Badan Kepegawaian Negara), baik yang memenuhi syarat bagaimana langkah administratifnya lebih lanjut serta, termasuk yang tidak memenuhi syarat, bagaimana lebih lanjutnya. Hal ini bukan kami melempar tanggung jawab, namun untuk menyamakan persepsi dan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga yang tugas di bidang aparatur sipil negara," kata Ghufron kepada wartawan.
Ghufron beralasan selama ini urusan pegawai KPK secara otonom mengatur secara terpisah dan berbeda dengan ASN. Jadi, kata dia, secara formil, KPK harus berkoordinasi dengan KemenPAN-RB dan BKN sebagai pihak yang berwenang sebagai pembina manajemen ASN.
Terlepas dari itu sebagian dari 75 nama pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat itu muncul ke permukaan meski KPK menyatakan belum secara resmi mengumumkannya. Tersebut salah satunya adalah penyidik senior KPK Novel Baswedan, lalu Yudi Purnomo Harahap yang juga Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK, ada pula Harun Al Rasyid selaku Kasatgas Penyelidikan KPK dan juga Wakil Ketua WP KPK, dan penyidik senior lainnya Ambarita Damanik.
Masih ada nama-nama beken lain yang kini menjabat struktural di KPK seperti Giri Suprapdiono sebagai Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi, Sujanarko sebagai Direktur Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi/Pjkaki, Hery Muryanto sebagai Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi, serta Rasamala Aritonang selaku Kabag Hukum. Nama-nama itu setidaknya pernah muncul ke publik sebagai insan KPK.
Lantas pada Minggu (9/5) kemarin KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) lagi dengan menjerat Bupati Nganjuk atas nama Novi Rahman Hidayat. Ada nama Harun Al Rasyid yang berperan di balik OTT itu sebagai Kasatgas Penyelidikan.
Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah pun ikut bicara. Febri mengatakan bila sebagian dari nama-nama pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai ASN itu selama ini memiliki peran penting dalam OTT kasus-kasus kelas kakap di KPK.
"Jadi gini, OTT kasus besar yang masih selamatkan muka KPK pasca-revisi UU dan Pimpinan baru ternyata ditangani penyelidik atau penyidik yang justru terancam disingkirkan gara-gara tes wawasan kebangsaan yang kontroversial," kata Febri melalui akun Twitter @febridiansyah, seperti dilihat detikcom, Senin (10/5/2021).
"Misal: OTT KPU, Bansos Covid19, Benur KKP, Cimahi, Gub Sulsel, Nganjuk dll," imbuh Febri.
Meski kini tak lagi berada di dalam KPK, Febri memiliki perhatian penuh pada lembaga antikorupsi itu sebagai bagian dari publik yang memiliki harapan tinggi terhadap KPK. Febri menyoroti tes wawasan kebangsaan yang penuh kontroversi itu, lebih daripada sekadar tentang 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus itu.
"Upaya menyingkirkan pegawai-pegawai terbaik di KPK akan lebih berbahaya jika berdampak pada intervensi penanganan kasus korupsi. Jangan sampai jadi cara baru, jika penyidiknya galak, maka dengan mudah diganti. Hal inilah yang dikhawatirkan sejak revisi UU KPK dilakukan. Ancaman terhadap independensi," ucapnya.
Setali tiga uang, Indonesia Corruption Watch (ICW) melalui salah satu aktivisnya, Kurnia Ramadhana, mencurigai upaya 'penyingkiran' pegawai KPK itu melalui tes wawasan kebangsaan. Bahkan, Kurnia menaruh curiga bila hal ini agar kasus-kasus besar di KPK saat ini dilepas begitu saja.
"ICW mencurigai pemberhentian paksa 75 pegawai melalui Tes Wawasan Kebangsaan juga didasarkan atas motif ingin menghentikan perkara-perkara besar di KPK," kata Kurnia dalam keterangannya, Senin (10/5/2021).
"Betapa tidak, di antara 75 pegawai itu terdapat para penyelidik dan penyidik yang diketahui sedang menangani perkara besar, mulai dari korupsi bansos, suap benih lobster, Nurhadi, skandal pajak, dan KTP-Elektronik," imbuhnya.
Ketua KPK Firli Bahuri: Tak Ada Pemecatan
Di sisi lain Ketua KPK Firli Bahuri pernah menegaskan bila tes wawasan kebangsaan itu semata sebagai perintah UU KPK yang baru yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019 agar status pegawai KPK beralih sebagai ASN. Dia mengatakan tak ada niat mengusir pegawai dari KPK lewat tes itu.
"Selanjutnya tentu kami segenap insan KPK ingin menegaskan pada kesempatan sore hari ini, tidak ada kepentingan KPK, apalagi kepentingan pribadi maupun kelompok, dan tidak ada niat KPK untuk mengusir insan KPK dari lembaga KPK. Kita sama-sama berjuang untuk memberantas korupsi, kita sama-sama lembaga sebagai penegak undang-undang," ucap Firli.
Dia menegaskan keputusan di KPK diambil secara kolektif. Firli mengaku tak ada keputusan yang bersifat pribadi.
"Pimpinan KPK adalah kolektif kolegial sehingga seluruh keputusan yang diambil adalah bulat dan kita bertanggung jawab secara bersama-sama," ujar Firli.[Detik]