DIALEKSIS.COM | Jakarta - Forum 2045, kolaborasi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) dan Faperta UGM, sukses menggelar pidato utama bertema "Jalan Menuju Indonesia Berdaulat Bidang Pangan", Jumat (30/5/2025). Acara yang dihelat via webinar pukul 19.30 - 21.00 WIB ini menghadirkan dua guru besar ternama yakni Prof. Dr. Ir. Agussabti, M.Si., IPU (Universitas Syiah Kuala) dan Prof. Dr. Muhammad Baiquni, M.A.
Diskusi strategis ini didukung sejumlah institusi, antara lain FISIPOL UP45, STIA AAN Yogyakarta, Faperta Janabadra, Institut Pertanian INTAN, FKIP Unsultra, Sekolah Pembaharuan Desa, dan Akademi Hikmah.
Prof. Agussabti membuka paparan dengan pertanyaan mendasar: “Transformasi Pertanian: Apa dan Mengapa?”.
Ia menegaskan, transformasi bukan sekadar modernisasi, melainkan perubahan sistem menyeluruh menuju pertanian ramah lingkungan, berkeadilan sosial, dan berkelanjutan ekonomi.
“Ini adalah respons atas tantangan global meliputi perubahan iklim, degradasi lahan, krisis air, urbanisasi, dan ketimpangan sosial di sektor pertanian,” ujarnya. Fakta memprihatinkan ia soroti 53% petani Indonesia berusia di atas 45 tahun, regenerasi lambat, dan minat generasi muda yang rendah akibat stigma negatif.
Menurutnya ada tiga pilar ketahanan pangan berkelanjutan jika mengacu definisi FAO, ketahanan pangan berkelanjutan harus memenuhi tiga pilar; ketersediaan (produksi dan distribusi lancar), akses (kemampuan ekonomi-sosial memperoleh pangan), pemanfaatan (gizi seimbang dan pola konsumsi sehat).
“Ketahanan pangan berbasis pertanian harus jadi solusi, bukan sumber masalah,” tegas Prof. Agussabti. Aspek keberlanjutan mencakup perlindungan lingkungan, pengurangan emisi karbon, keadilan bagi petani, dan sistem pangan tahan krisis.
Ia memetakan tantangan kritis; alih fungsi lahan pertanian ke pemukiman/industri, ketergantungan pupuk/pestisida kimia, dampak perubahan iklim (gagal panen, banjir, kekeringan), regenerasi petani muda di bawah 20%, dan keterbatasan teknologi dan akses pasar di pedesaan.
Solusi yang ditawarkan Prof Agussabti dalam pemaparan materinya; agroekolog melalui diversifikasi tanaman, kurangi bahan kimia, restorasi ekosistem. Selanjutnya kesejahteraan Petani harus mampu pembaharuan akses teknologi, perlindungan harga, reforma agraria.
Selain itu katanya penting juga melakukan digitalisasi meliputi; pertanian presisi, aplikasi pertanian, dan blockchain untuk rantai pasok.
Ketika menjelaskan perihal posisi generasi Muda dan kampus sebagai lokomotif perubahan, Prof. Agussabti menekankan pemuda harus memiliki pemikiran dan sikap inovator maksudnya mampu melakukan pengembang smart farming (IoT, drone, AI), pendiri startup agritech.
Hal lain disampaikan Prof Agussabti pemuda itu harus menjadi agen perubahan,”petani muda berpendidikan, influencer pertanian di media sosial, penggiat komunitas pangan lokal, dan peran pemuda sebagai peneliti/akademisi melalui tindakan riset agroekologi dan sistem pangan berkelanjutan,” terangnya.
Setelah menjelaskan peran pemuda, selanjutnya Prof Agussabti menerangkan posisi kampus dan kontribusinya terhadap kedaulatan pangan. Menurutnya peran kampus dapat dilakukan melalui inkubator inovasi, seperti sediakan living lab dan inkubator bisnis agrikultur.
“Motor edukasi caranya masukkan kurikulum pertanian berkelanjutan, perkuat KKN tematik, dan kemitraan dengan pemerintah/swasta,” jelasnya.
Dalam kesimpulan, Prof. Agussabti menegaskan,“Transformasi pertanian menuju ketahanan pangan berkelanjutan adalah perubahan paradigma dari orientasi jangka pendek ke keberlanjutan jangka panjang. Kolaborasi petani, pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat mutlak diperlukan. Generasi muda harus jadi pelaku, bukan penonton. Kampus adalah penggerak utamanya. Ingat: Pertanian bukan masa lalu pertanian adalah masa depan!,” pungkasnya.