DIALEKSIS.COM | Aceh Utara - Sudah berhari-hari warga di Gampong Tanjung Ceungai, Kecamatan Tanoh Jambo Aye, Aceh Utara, bertahan dalam kondisi serba kekurangan. Sebanyak 530 kepala keluarga mengaku belum menerima satu pun bantuan sejak banjir besar melanda kawasan itu.
Murdani (54), salah satu warga yang ditemui di lokasi, tak sanggup menyembunyikan kesedihannya. Ia menuturkan bahwa seluruh kebutuhan dasar masyarakat kini berada pada titik krisis.
“Semua masyarakat di sini sudah kelaparan. Beras tidak ada, pakaian tidak ada, makanan bayi pun tidak ada. Susu untuk anak-anak juga tidak ada sama sekali,” ujarnya dengan suara parau.
Menurutnya, sejak bencana terjadi, tak ada satu pun bantuan yang tiba di kampung mereka. Kondisi akses yang terputus membuat warga hanya bisa menunggu, berharap ada pihak yang datang membawa pertolongan.
“Kami memohon kepada Gubernur Aceh, Pak Muzakir Manaf (Mualem) untuk melihat keadaan kami. Tolong kami, karena sampai sekarang belum ada bantuan apa pun,” lanjut Murdani.
Sementara itu, sebagian warga mulai mengandalkan apa pun yang tersisa yang bisa makan, meski jumlahnya sangat minim sekali dari cukup. Anak-anak disebut mulai menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi akibat minimnya asupan makanan selama beberapa hari terakhir.
Warga berharap pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi segera turun tangan. Tanpa bantuan secepatnya, kondisi masyarakat di Tanjung Ceungai dikhawatirkan akan semakin memburuk.
Di tengah gelapnya malam dan ketidakpastian yang berkepanjangan, harapan warga Tanjung Ceungai kini bertumpu pada kepedulian para pemangku kebijakan. Mereka bukan meminta kemewahan, hanya ingin bertahan hidup. Suara rintihan anak-anak yang mulai lemah dan tatapan orang tua yang tak lagi mampu menahan cemas seharusnya cukup menjadi alarm bagi siapa pun yang berwenang.
Bencana ini mungkin merenggut banyak hal, namun jangan biarkan ia juga merampas rasa kemanusiaan kita. Saat negara hadir, derita dapat terkurangi. Saat pemimpin turun tangan, hidup bisa kembali menyala. Warga Tanjung Ceungai menunggu dengan sisa tenaga dan harapan yang terus menipis agar tangan-tangan pengayom segera datang membawa kehidupan kembali ke kampung mereka.