Rabu, 02 April 2025
Beranda / Berita / RUPSLB Cabut Kewenangan Hendra Supardi PLT Dirut BAS, Pakar Hukum Soroti Potensi Pelanggaran dan Pidana

RUPSLB Cabut Kewenangan Hendra Supardi PLT Dirut BAS, Pakar Hukum Soroti Potensi Pelanggaran dan Pidana

Minggu, 30 Maret 2025 02:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Hermanto SH, Advokat dan Praktisi Hukum. Foto: Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Perubahan Plt Dirut sebuah bank nasional pascarapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 17 Maret 2025 memantik analisis hukum dari kalangan ahli. 

Salah satunya pemikiran Hermanto SH, Advokat dan Praktisi Hukum, menegaskan bahwa seluruh tindakan operasional Hendra Supardi sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama (Plt Dirut) setelah tanggal 17 Maret 2025 berstatus ilegal dan berpotensi mengarah pada tindak pidana.

Berdasarkan hasil RUPSLB 17 Maret 2025, pemegang saham resmi mengangkat Fadhil Ilyas sebagai Plt Dirut menggantikan Hendra Supardi. Bersamaan dengan itu, keputusan sebelumnya yang menunjuk Hendra sebagai Komisaris dan Plt Dirut dicabut. 

"Secara de jure, Hendra tidak lagi memiliki kewenangan legal sejak tanggal tersebut. Segala tindakannya setelah itu dapat dianggap melampaui wewenang," tegas Hermanto dalam keterangan tertulis kepada Dialeksis, Sabtu (29/3/2025).

Manajemen BAS telah mengirimkan akta RUPSLB dan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Bas Fadhil Ilyas ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tanggal 18 maret 2025. Hermanto menjelaskan, sejak dokumen tersebut diterima OJK, status Bas sebagai Plt Dirut mengikat secara hukum. Sebaliknya, Hendra kehilangan legitimasi untuk bertindak atas nama bank.

“Proses surat administrasi terkesan penilaian publik OJK bersama komisaris BAS bermain mata untuk melambatkan proses admistrasi pasca RUPSLB,” tegasnya.

Hermanto memperingatkan, segala kebijakan, transaksi, atau perbuatan hukum yang dilakukan Hendra pasca - 17 Maret 2025 dapat dibatalkan dan berimplikasi pidana. 

"Jika terbukti ia tetap menjalankan tugas direktur padahal kewenangannya telah dicabut, ini masuk ranah penyalahgunaan jabatan (abuse off power) dan penipuan. OJK maupun pihak berwajib berhak menindak," ujarnya.

Ia juga menyoroti indikasi penyimpangan tujuan. "Publik menilai langkah Hendra mempertahankan diri di posisi strategis setelah pencabutan SK terkesan penilaian publik upaya mengamankan kepentingan pihak tertentu, bukan untuk kepentingan bank atau pemegang saham. Ini berbahaya bagi tata kelola perusahaan."

Hermanto mendesak OJK mengonfirmasi status direksi bank tersebut dan mengeluarkan surat teguran jika menemukan ketidaksesuaian. "OJK harus independen dan transparan serta memastikan tidak ada dualisme kepemimpinan yang merugikan nasabah dan stakeholders," tambahnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI