Selain Sri Mulyani, Lembaga Asing Ini Ramal Ekonomi Memburuk
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Lembaga pemeringkat Internasional menurunkan proyeksi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca ledakan kasus covid-19 dan dimulainya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat.
Fitch, dalam laporan yang dirilis 9 Juli 2021 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,4% dari sebelumnya 5,1%. Proyeksi ini belum menyertakan kondisi di mana PPKM Darurat diperpanjang.
Dijelaskan, kebijakan tersebut tentu akan memukul perekonomian karena menurunkan mobilitas penduduk. Konsumsi rumah tangga yang pada paruh pertama 2021 sudah membaik dipastikan kembali tertekan.Hal lain yang turut menjadi perhatian serius adalah vaksinasi yang masih lambat. Kini sudah berjalan sekitar 1 juta vaksin per hari. Bila ingin mencapai kekebalan komunal tentu vaksinasi digenjot mencapai 5 juta vaksin per hari.
Selanjutnya adalah kapasitas rumah sakit yang terbatas. Pada beberapa daerah situasi ketersediaan tempat tidur dan ruangan perawatan pasien covid sudah memasuki masa kritis.
Pemerintah juga harus memperhatikan kondisi fiskal. Pada 2023 mendatang, pemerintah tidak lagi memiliki keistimewaan defisit fiskal di atas 3% dari PDB. Kecuali pemerintah berencana mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang yang baru untuk perpanjangan.
Agar kembali ke 3%, pemerintah perlu menurunkan defisit secara gradual. Kini defisit anggaran dipatok 5,7%. Di sisi lain, ekonomi harus dipastikan pulih. Sehingga apabila defisit turun dan belanja harus lebih kecil, maka perekonomian tidak terpengaruh signifikan.
S&P Global Ratings merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 2,3 pada 2021%. Padahal sebelumnya S&P optimistis ekonomi tanah air bisa mencapai 3,4 - 4,4%.
Demikianlah diungkapkan Vishrut Rana, Economist Asia-Pacific dalam webinar, akhir pekan lalu. Menurutnya ini tidak lepas dari lonjakan penyebaran kasus covid-19 dalam beberapa waktu terakhir yang lebih parah dari tahun sebelumnya.
Atas kondisi itu pemerintah implementasikan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat. Ekonomi pun menjadi tertekan karena semakin berkurangnya mobilitas penduduk yang diperkirakan S&P sampai dengan 30% untuk implementasi selama sebulan.
Mobilitas diperkirakan baru kembali pulih pada akhir Oktober, secara bertahap. Ekonomi pada kuartal III dan IV akan lebih rendah dari kuartal sebelumnya meskipun di tahun lalu ekonomi Indonesia masih kontraksi.
"Perkiraan penurunan kami untuk 2021 adalah 2,3%, dengan serangkaian asumsi yang lebih berat," ungkapnya.
Faktor pendorong perekonomian harus diupayakan dari belanja pemerintah lewat dana PEN sebesar hampir Rp 700 triliun. Hal lain adalah ekspor, seiring dengan naiknya permintaan global dan harga komoditas yang melonjak.
Tapi sayangnya ada risiko yang harus ditempuh mengenai bisnis di dalam negeri. Swasta tak kuat lagi menahan hantaman pandemi sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah masif tidak dapat terhindarkan.[CNBC Indonesia]