Simak! Syarat Sekolah yang Boleh Terapkan Kurikulum Prototipe
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kemendikbudristek mengembangkan kurikulum prototipe yang menjadi upaya pemulihan pembelajaran di Indonesia.
Kurikulum prototipe pun belum menjadi kewajiban bagi semua sekolah untuk menerapkannya melainkan masih menjadi opsi. Lalu sekolah seperti apa yang boleh menerapkan kurikulum prototipe ini?
"Kriterianya satu: berminat menerapkan kurikulum prototipe untuk memperbaiki pembelajaran," ujar Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo melalui instagram resminya di @ninoaditomo, Selasa (11/1/2022).
Anindito yang biasa disapa Nino ini juga menjelaskan, tidak ada seleksi untuk menetapkan sekolah yang boleh menerapkan kurikulum prototipe ini. Namun proses yang akan dilakukan Kemendikbudristek adalah pendaftaran dan pendataan.
Kemendikbudristek, katanya, akan menyiapkan materi yang menjelaskan konsep kurikulum prototipe. Kepala sekolah/madrasah yang ingin menerapkan akan diminta untuk mempelajari materi tersebut.
"Jika setelah mempelajari materi tersebut sekolah memutuskan untuk mencoba, mereka akan diminta mengisi formulir pendaftaran dan sebuah survei singkat," tuturnya.
Nino menerangkan, Kemendikbudristek percaya keberhasilan penerapan kurikulum tergantung pada kesediaan kepala sekolah/madrasah dan guru untuk memahami dan mengadaptasi kurikulum di konteks masing-masing.
"Dengan demikian, kurikulum prototipe dapat diterapkan di semua sekolah/madrasah. Bukan hanya di sekolah/madrasah yang punya fasilitas bagus atau yang berada di kota saja," imbuhnya.
Nino tidak memungkiri masih ada kesenjangan dalam mutu sekolah/madrasah. Oleh karena itu, jelasnya, Kemendikbudristek menyiapkan skema tingkat penerapan kurikulum, berdasarkan hasil survei yang diisi sekolah ketika mendaftar.
Dalam skema tersebut, sekolah yang sudah terbiasa mengadaptasi materi dan kerangka kurikulum akan disarankan untuk mengadopsi kurikulum prototipe secara penuh. Sekolah seperti ini sebenarnya sudah menerapkan substansi dari pembelajaran yang ingin didorong melalui kurikulum prototipe. Sekarang mereka diberi penguatan dan rekognisi formal.
"Sedangkan sekolah yang belum terbiasa akan disarankan mencoba menerapkan secara parsial," imbuhnya.
Di tahun pertama, ujarnya, sekolah yang belum terbiasa itu masih bisa menggunakan Kurikulum 2013. Namun sambil mempelajari dan menerapkan beberapa komponen dari kurikulum prototipe.
Proses adaptasi tersebut, misalnya, menggunakan buku teks baru untuk mapel tertentu, menggunakan asesmen diagnostik untuk literasi dan numerasi atau pembelajaran berbasis projek untuk tema-tema tertentu.
"Sekali lagi, tidak ada seleksi dalam proses pendaftaran ini. Jika ada berita di media yang menyatakan Kemendikbudristek melakukan seleksi, itu keliru ya. Yang kami lakukan adalah melakukan pemetaan tingkat kesiapan dan menyiapkan bantuan yang sesuai kebutuhan," pungkasnya. (Sindonews)