Sinovac Rampung Uji Klinis, Tim Riset Siap Ajukan Izin Darurat
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Bandung - Tim Riset Uji Klinis Vaksin Virus Corona (SARS-CoV-2) dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) merampungkan uji klinis atau pengamatan selama tiga bulan vaksin Sinovac di Bandung.
Setelah itu, tim riset bakal membuat laporan untuk diserahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada awal Januari 2021. BPOM selanjutnya akan mengevaluasi dan mempertimbangkan apakah kandidat vaksin Sinovac bakal diberikan izin darurat penggunaan atau Emergency Use Authorization (EUA).
"Selesai sesuai dengan rencana Desember akhir sudah selesai, jadi sekarang pembuatan laporan target ke BPOM Minggu pertama Januari," kata Manajer Lapangan Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 dari FK Unpad Eddy Fadlyana melansir CNNIndonesia.com, Selasa (29/12/2020).
"Lalu laporan ke BPOM, dan tiga bulan cukup digabung Brazil dan Turki kalau tidak salah, dan keluar lah EUA, kan memang cukup tiga bulan sesuai WHO," imbuh dia.
Eddy melanjutkan, laporan tiga bulan itu merupakan hasil penelitian berisi data keamanan subjek uji klinis yang diamati setelah dua kali kali penyuntikan; data imunogenisitas atau kemampuan vaksin membentuk antibodi; dan data efikasi vaksin atau kemampuan vaksin melindungi orang yang terpapar virus menjadi tidak sakit.
Dan dalam laporan tiga bulan tersebut, tim hanya cukup menyertakan sebanyak 540 orang atau sampel dari total 1.620 orang relawan uji klinis secara keseluruhan.
"Jadi penelitian untuk pemberian EUA itu jumlah subjeknya kan 540 orang, itu diperiksa imunogenisitas, safety, dan efikasinya," jelas Eddy.
Adapun terkait EUA, Juru Bicara Vaksinasi dari BPOM Lucia Rizka Andalusia sebelumnya menerangkan bahwa sesuai kebijakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bahan yang bakal dijadikan perhitungan efikasi adalah hasil uji klinis tahap I dan II, serta hasil uji klinis interim tahap III yang merupakan hasil monitoring efikasi selama tiga bulan pertama vaksin disuntikkan pada relawan.
"Nah, untuk EUA ini data boleh dengan periode pengamatan tiga bulan dan bukan enam bulan," kata Lucia kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/12/2020) lalu.
Kendati demikian, Lucia menegaskan uji klinis tetap akan dilanjutkan setelah pemberian EUA hingga pengamatan enam bulan ke depan.
Ia juga mengaku, standar yang dipakai BPOM dalam menetapkan EUA tidak keluar dari pakem yang sebelumnya ditetapkan Badan Pengawas Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) dan Agensi Obat Eropa (EMA). (CNN Indonesia)