Pengusaha memperlihatkan peci hasil produksi. [Foto: AJNN/Sarina ]

DIALEKSIS.COM | Aceh Utara - Meneruskan warisan ayahnya selama 30 tahun lebih, telah dilakukan oleh Teungku Wasly pria asal Aceh Utara, sehari-hari ia memproduksi peci-peci yang dikenakan oleh kaum laki-laki.  

β€œ Ini warisan turun temurun dari orangtua,” ungkap Teungku Wasly sembari tangannya sibuk menyapu lantai dan meja tempat produksi pecinya yang terdampak banjir dua pekan lalu.

Awalnya ia belajar, ketika ayahnya sedang membuat peci yang hanya bermodalkan beledu kain jas yang dijual di kaki lima, sedangkan bahan baku lainnya di buat secara tradisional dan alamiah sekali, seperti daun pisang kering, kulit kayu serta anyaman tikar iboh.

Menurut Tgk Wasly, peci buatan ayahnya itu ramai diminati di pasaran, hingga kemudian, orangtuanya meneruskan warisan itu kepada semua anak-anaknya, agar bisa dikembangkan ke masa mendatang hingga cucu-cucu.

β€œDalam satu bulan, kami bisa menghasilkan 300 peci dari hasil tangan 40 pekerja. Peci-peci tersebut, selain dijahit di rumahnya, juga dibawa pulang ke rumah pekerja secara konveksi menurut keahlian masing- masing,” ujarnya.

β€œ Untuk harga peci mulai dari Rp15 ribu hingga ratusan ribu rupiah, tergantung jenis, motif dan bahan bakunya. Peci-peci itu sudah dijual ke seluruh daerah di Aceh, selain itu juga ke Negara Malaysia serta Brunai Darussalam,” tambahnya.

Saat ini, ia sudah memiliki pekerja sebagai 40 tenaga kerja, ia berharap bisa mengurangi angka pengangguran di Aceh Utara. Akan tetapi selama banjir dua pekan lalu, produksi terpaksa terhenti sementara.

β€œ Dalam sebulan bisa mencapai Rp30 juta, namun selama musim banjir, penghasilan tersebut berkurang, karena tidak pembuatan peci tidak bisa dilakukan dan pemasaran tidak bisa jalan,” jelasnya.

 Nama peci-peci tersebut, yakni Peci Pusaka Ayah karena warisan dari ayah kepada seluruh keluarganya (AJNN.net)