Tertinggi Dalam Sejarah, Cakupan Perekaman KTP el Dalam Pilkada 2020
Font: Ukuran: - +
Dirjen Dukcapil Prof Zudan Arif Fakrulloh.
DIALEKSIS.COM|Jakarta - Proses demokratisasi di Indonesia dinilai menunjukkan progres yang semakin bagus. Penilaian ini disampaikan oleh Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh yang sudah mengalami 6 kali mendukung Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4).
"Saya sudah 6 kali membantu KPU untuk menyiapkan DP4, kemudian sampai kepada pemutakhiran agar menjadi Data Pemilih Tetap (DPT). Ini dikaitkan dengan cakupan perekaman KTP-el yang terus meningkat sejak tahun 2014, 2015, 2017, 2018, 2019, dan 2020 pada saat Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif maupun Pilkada," ujar Dirjen Zudan secara virtual dari Jakarta dalam Rapat Evaluasi Pemutakhiran Data Pemilih di Yogyakarta, Rabu (4/11/2020) malam.
Dirjen Zudan menguraikan, pada pileg pilpres 2014 cakupan perekaman baru mencapai 82 persen. Saat itu terdapat Pilkada yang berlangsung sukses pada 2015 terkait dengan data pemilih dan KTP-el.
Persentase perekaman terus meningkat seiring perjalanan waktu. "Pada 2017 saat saya menjadi pejabat gubernur di Gorontalo, cakupan perekaman KTP-el naik 11 persen, menjadi 93 persen. Selanjutnya pada 2018 perekaman KTP-el naik lagi menjadi 97,21 persen. Hingga Juni 2020 cakupan perekaman KTP-el sudah mencapai 98 persen, Pilkada 2020 yang mensyaratkan untuk memilih dengan KTP- el, cakupan perekaman sudah tertinggi dalam sejarah pilkada yaitu 98%" urainya merinci.
Dirjen Dukcapil ini optimistis sampai akhir tahun pada Desember 2020 nanti cakupan perekaman akan lebih dari 98,5 persen.
Apa makna di balik ini semua? Dengan cakupan kepemilikan KTP-el yang semakin tinggi mestinya partisipasi pemilih bisa didorong lebih tinggi. "Sebab Dukcapil konsisten untuk mendorong agar para pemilih wajib menggunakan KTP-el atau minimal menggunakan Suket atau surat keterangan tanda sudah merekam KTP-el."
Mengapa pemilih harus menggunakan KTP-el? Sebab Indonesia sedang terus membangun Single Identity Number, satu penduduk satu identitas untuk menghindari penduduk ber-KTP ganda, yang dengan begitu akan menghindari pemilih ganda.
"KTP-el adalah satu-satunya instrumen untuk menunggalkan data. Oleh sebab itu saya bermohon kepada KPU dan Bawaslu terus konsisten dengan aturan kalau tidak memiliki KTP-el atau minimal tidak punya Suket maka tidak boleh mencoblos," kata Dirjen Zudan.
Bagaimana bagi penduduk belum merekam datanya? "Saya mengajak masyarakat ayo merekam datanya. Ikuti ketentuan dalam undang-undang karena UU sudah menyatakan begitu. Makanya mari kita taat pada aturan tidak boleh mencoblos kalau tidak punya KTP-el. Kalau mau ikut Pilkada ayo merekam data. Ini harapan saya sebagai Dirjen Dukcapil yang telah mendampingi KPU selama 6 kali dalam proses persiapan pemilihan umum," tutur Dirjen Zudan.
Guru besar Hukum Administrasi ini pun melihat analisis KPU tentang cakupan jumlah penduduk yang belum merekam data KTP-el sebagaimana yang disampaikan Komisioner KPU Viryan Aziz beberapa waktu lalu. Saat pertama kali dipublish, Viryan menyebutkan ada lebih 20 juta penduduk yang belum merekam data KTP-el, sehingga berpotensi tidak bisa mencoblos.
"Selanjut data tersebut diperbaiki oleh KPU, menjadi tinggal 2,7 juta penduduk yang belum merekam datanya. Nah, angka ini sesuai dengan prediksi Dukcapil bahwa 2 persen penduduk yang belum merekam data KTP-el itu tidak akan lebih dari 3 juta jiwa," kata Dirjen Zudan.
Makanya kepada pihak KPU, Dirjen Dukcapil meminta agar diberikan data DPT yang sudah ditetapkan untuk disandingkan dengan data dalam sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK) "Siapa tahu yang mengaku belum merekam itu setelah disisir lagi jumlahnya makin berkurang. Kita akan verifikasi, dicek lagi dengan data base kependudukan Dukcapil di daerah. Untuk itu kepada KPU kami mohon diberikan data balikan," kata Dirjen Dukcapil Prof Zudan Arif Fakrulloh.