Badan Bahasa Kemdikbudristek Akan Revitalisasi Bahasa Gayo
Font: Ukuran: - +
Foto: Kemdikbud
DIALEKSIS.COM | Aceh - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) melalui Balai Bahasa Provinsi Aceh akan merevitalisasi bahasa Gayo. Hal ini dilakukan untuk menghindari kepunahan bahasa asal Aceh tersebut.
Selain menghindari kepunahan, program ini merupakan kebijakan Merdeka Belajar Episode 17 yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan kecintaan anak kepada bahasa ibunya.
Lalu sebenarnya apa sih bahasa Gayo ini? Yuk kenali lebih jauh!
Mengenal Bahasa Gayo
Dikutip dari laman Peta Bahasa Kemdikbud, bahasa Gayo adalah bahasa yang dituturkan oleh beberapa daerah di Provinsi Aceh.
Seperti di Kecamatan Tanah Jambo Aye (Kabupaten Aceh Utara), Kecamatan Tamiang Hulu (Kabupaten Aceh Tamiang), Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues, Kecamatan Silih Nara, Laut Tawar, Bebesan, Bintang, dan Linge, (Kabupaten Aceh Tengah), Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah (pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah), dan Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh.
Pada dasarnya bahasa Gayo adalah bahasa asli suku Gayo yang juga merupakan suku tertua di wilayah Aceh. Bahasanya terdiri dari empat dialek yaitu dialek Sarah Raja, dialek Kaloi, dialek Kuta Lintang dan dialek Remesan.
Keempat dialek ini tersebar sesuai dengan daerah tempat tinggal masyarakat suku Gayo. Seperti dialek Sarah Raja dituturkan di wilayah Kabupaten Aceh Utara, sedangkan dialek Kaloi dituturkan di sebelah timur berbatasan dengan wilayah dialek Ramesan di sebelah barat.
Terakhir, dialek Kuta Lintang dituturkan di wilayah selatan Aceh. Dialek ini juga dikenal sebagai dialek Gayo Lues karena wilayah sebarannya berada di Kabupaten Gayo Lues.
Menariknya, dialek Kuta Lintang persebarannya berbatasan dengan wilayah penggunaan bahasa Batak di sebelah selatan.
Berdasarkan perhitungan dialektometri, persentase perbedaan keempat dialek tersebut berkisar 51-80%. Sedangkan, bahasa Gayo sendiri disebutkan sebagai bahasa yang berbeda jika dibandingkan dengan bahasa Aceh, Batak dan Nias karena memiliki persentase perbedaan berkisar 81%-100%.
Sedangkan dilansir dari jurnal Metahumaniora Unpad berjudul Hubungan Kekerabatan Bahasa Aceh dan Bahasa Gayo: Kajian Linguistik Historis Komparatif yang ditulis Sitti Rahmah-Hendrokumoro dari UGM, menyimpulkan bahasa Aceh dan bahasa Gayo merupakan bahasa yang berkerabat.
Hubungan kekerabatan bahasa Aceh dan Gayo adalah 43% berdasarkan perhitungan secara kuantitatif dengan menerapkan teori leksikostatistik. Praktis bahasa Gayo dan Aceh dapat dikelompokkan satu keluarga.
Hasil dari perhitungan glotokronologi bahasa Aceh dan Gayo merupakan bahasa tunggal diperkirakan antara 1.768-2.000 tahun yang lalu dan kemudian berpisah dari bahasa protonya antara 254 SM-22 SM (dihitung dari tahun 2022).
Alasan Revitalisasi Penting
Seperti yang disebutkan sebelumnya, langkah awal Kemdikbudristek dalam merevitalisasi bahasa Gayo dengan melakukan Rapat Koordinasi Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) Provinsi Aceh Tahun 2023 pada Kamis (16/3/2023) lalu, dalam rilis Kemendikbud yang ditulis, Minggu (19/3/2023).
Rapat ini dihadiri oleh pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, tokoh masyarakat, dan komunitas. Kepala Balai Bahasa Provinsi Aceh, Umar Solikhan menjelaskan bahwa program Revitalisasi Bahasa Daerah secara umum diartikan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan bahasa daerah melalui pewarisan kepada generasi muda.
"Program Revitalisasi Daerah mendorong penggunaan bahasa daerah dalam komunikasi yang beradab, sehingga daya hidup bahasa daerah akan ada pada tahap aman dan bisa ditransmisikan dengan baik," tutur Umar.
Umar juga menyampaikan, program revitalisasi bahasa Gayo ini sangat penting dilakukan karena data kajian di tahun 2019 menunjukkan bahwa status bahasa tertua di Aceh ini berada pada posisi yang rentan.
Dengan demikian, dibutuhkan waktu sedini mungkin untuk membuat program yang tepat dalam pelestarian dan pengembangan bahasa daerah. Termasuk bahasa Gayo.
Hal tersebut juga disetujui oleh Penjabat (Pj.) Gubernur Provinsi Aceh dalam sambutan yang dibacakan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh, Almuniza Kamal. Menurutnya bahasa adalah identitas bangsa, namun generasi muda kini bahkan mulai meninggalkan bahasa daerahnya.
"Fakta punahnya beberapa bahasa daerah sudah sangat mengkhawatirkan, sebagai anak bangsa segera melakukan upaya konservasi dalam upaya melindungi dan mengelola bahasa sebagai kekayaan budaya Indonesia, konservasi sebagai wujud perlindungan kepada bahasa daerah sudah semestinya kita laksanakan," papar Pj. Gubernur Aceh.
Almuniza juga mengajak para peserta rakor untuk bersama-sama mewujudkan pelestarian bahasa daerah secara maksimal.
Saat ini, program revitalisasi bahasa Gayo sedang tahap rapat koordinasi dan Diskusi Kelompok Terpumpun. Tahapan revitalisasi bahasa Gayo ini diharapkan akan menghasilkan berbagai kesimpulan dan keputusan, yang akan melancarkan pelaksanaan revitalisasi bahasa Gayo.
Bahasa Gayo merupakan 1 dari 20 bahasa daerah yang masuk program revitalisasi bahasa Kemendikbud di tahun 2023 saja. Sehingga total ada 59 bahasa daerah yang masuk program revitalisasi Kemdikbudristek sejak 2021. [detik.com]