Partai Aceh Dua Dekade Mendominasi Politik Lokal
Font: Ukuran: - +
Reporter : Ratnalia
DIALEKSIS.COM | Aceh - Pasca konflik, Aceh telah menggelar empat kali pemilihan umum sejak 2009. Selama dua dekade, Partai Aceh (PA) menjadi warna dominan dalam dinamika politik di bumi Serambi Mekkah.
Dialeksis.com merangkum jejak eksistensi Partai Aceh selama empat periode pemilu pascakonflik. Kelahiran partai ini merupakan buah kesepakatan MoU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. Salah satu poin penting kesepakatan damai tersebut adalah pembentukan partai politik lokal di Aceh, yang tertuang dalam poin 1.2.1 MoU Helsinki.
Sebagai pendatang baru di Pemilu 2009, PA langsung melejit dengan perolehan suara 46,91% dan 33 kursi dari 69 kursi di DPRA. Pada Pemilu 2014, partai ini meraih 29 kursi dari total 81 kursi.
Dalam Pemilu 2019, meski kehilangan 11 kursi dibanding pemilu sebelumnya, Komisi Independen Pemilihan (KIP) menetapkan PA sebagai partai lokal dengan perolehan kursi terbanyak di DPRA, yakni 18 kursi.
Pada Pemilu 2024, PA kembali unggul dengan meraih 19-20 kursi, mempertahankan posisinya sebagai partai favorit masyarakat Aceh.
Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum yang dikeluarkan pada 20 Maret 2024, PA secara resmi mendapatkan 20 kursi dari 81 kursi di parlemen Aceh, menunjukkan peningkatan dari pemilu sebelumnya.
Data ini menegaskan bahwa PA masih menjadi pilihan utama masyarakat Aceh sekaligus mampu mempertahankan basis konstituennya. Hal ini menunjukkan kemampuan partai untuk beradaptasi dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, sejalan dengan aspirasi masyarakat Aceh.