Pemuda Aceh Kedua Terbanyak Belum Nikah, Angkanya Mencapai 75,94 persen
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi pernikahan. Foto: Pixabay
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Tahun ini, pertanyaan kapan menikah nampaknya semakin relevan di tengah tren angka perkawinan mencapai titik terendah dalam satu dekade. Terlebih, diikuti dengan angka kesuburan atau total fertility rate (TFR) yang menurun jauh dari semula 2,4 hingga 2,7, kini berada di 2,1. Memangnya seberapa jauh sih penyusutan jumlah perkawinan di Indonesia?
Pernikahan tidak lagi menjadi prioritas bila dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024.
Bila dilihat pada 2023, jumlah pernikahan Indonesia berada di angka 1.577.255 orang. Angka ini berkurang hingga 128 ribu jika dibandingkan dengan tren 2022.
Sementara bila ditengok dalam 10 tahun terakhir, pernikahan di Indonesia menyusut hingga melampaui 600 ribu. Meski begitu, data ini memang hanya mengacu pada pencatatan sistem informasi manajemen nikah SIMKAH Kementerian Agama RI yang semula belum menginput pernikahan di luar agama Islam.
Gambaran tren penurunan pernikahan bisa dilihat seperti berikut:
2014: 2.110.776 perkawinan
2015: 1.958.394 perkawinan
2016: 1.937.185 perkawinan
2017: 1.936.934 perkawinan
2018: 2.016.071 perkawinan
2019: 1.968.978 perkawinan
2020: 1.792.548 perkawinan
2021: 1.742.049 perkawinan
2022: 1.705.348 perkawinan
2023: 1.577.255 perkawinan
Laporan Statistik Pemuda Indonesia 2024 yang dirilis BPS juga menunjukkan makin banyak pemuda yang menunda pernikahan alias lagi-lagi tidak memprioritaskan atau menjadikan menikah sebagai tujuan utama hidup.
Definisi pemuda yang digunakan BPS merujuk pada UU Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan yakni pemuda adalah warga negara Indonesia yang berusia 16 sampai 30 tahun.
Pada 2023, jumlah pemuda yang belum nikah mencapai 68,29 persen. Sementara di 2014, jumlah pemuda yang belum kawin ada di 54,11 persen.
Menurut BPS, meningkatnya persentase pemuda yang belum menikah salah satunya disebabkan kebijakan usia minimal perkawinan dalam Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.
UU tersebut mengubah ketentuan dalam Undang-Undang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 tentang batas usia minimal bagi perempuan untuk menikah. Dari yang sebelumnya 16 tahun menjadi 19 tahun, sama dengan batas usia minimal bagi laki-laki untuk menikah.
Di sisi lain, BPS juga melihat sejumlah faktor lain yang melatarbelakangi banyaknya generasi muda menunda menikah antara lain mengejar kesuksesan dalam pendidikan dan karier, pengembangan diri, dan berkurangnya tekanan dari lingkungan sosial.
Tren menunda pernikahan mayoritas berada di kota. Pada 2023, jumlah pemuda kota yang belum menikah mencapai 75,52 persen. Sementara itu, pemuda desa yang belum menikah mencapai 61,97 persen.
Provinsi DKI Jakarta mencatat kelompok muda terbanyak yang belum atau menunda menikah yakni 80 persen. Disusul Provinsi Aceh sebanyak 75,94 persen dan Sumatera Utara 75,43 persen.
Penurunan perkawinan juga angka kesuburan wanita atau total fertility rate (TFR) yang secara nasional mulai menyusut berada di 2,1, dari sebelumnya di angka 2,4 hingga 2,7.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo merinci beberapa daerah dengan TFR terendah dan tertinggi:
Daerah dengan TFR rendah seperti Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI Jakarta, Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara.
Berikut daerah dengan angka kesuburan tertinggi yaitu NTT, Papua, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sumatera Utara, Aceh, dan Maluku. [detik.health]