Kamis, 03 April 2025
Beranda / Data / Revisi UU TNI: 7/10 Responden Tolak Perluasan Peran Militer, Reformasi 1998 Terancam

Revisi UU TNI: 7/10 Responden Tolak Perluasan Peran Militer, Reformasi 1998 Terancam

Kamis, 27 Maret 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Litbang Kompas. Foto: Kompas/ Ryan Rinaldy


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas merilis hasil jajak pendapat terbaru yang mengungkap kekhawatiran publik terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah. Survei yang digelar pada 17-20 Maret 2025 ini menunjukkan 69,5% atau tujuh dari sepuluh responden menilai perluasan jabatan TNI ke lembaga sipil berpotensi memundurkan proses reformasi yang dimulai sejak 1998.

Dikutip dari Kompas.id, Rabu (26/3/2025), publik menginginkan TNI tetap berpegang pada semangat reformasi dengan fokus sebagai alat pertahanan negara. Kekhawatiran ini berakar pada sejarah dwifungsi militer era Orde Baru, ketika Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tidak hanya bertugas di bidang pertahanan, tetapi juga aktif dalam politik dan pemerintahan. 

Tim Litbang Kompas menegaskan, "Hasil survei mencerminkan keinginan publik agar TNI konsisten pada peran utamanya, tanpa campur tangan dalam urusan sipil yang berisiko mengikis demokrasi."

Sebanyak 58,8% responden sepakat bahwa anggota TNI yang menduduki jabatan di lembaga sipil harus mengundurkan diri dari institusi militer. Selain itu, 68,6% responden khawatir revisi UU TNI akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara lembaga sipil dan militer.

Tingkat kekhawatiran tertinggi tercatat pada responden berpendidikan tinggi (81,5%), sementara kelompok berpendidikan dasar berada di angka 64,5%. Litbang Kompas menyatakan hal ini wajar mengingat kelompok terdidik umumnya lebih kritis dalam menyikapi kebijakan, terutama yang berpotensi mengulangi praktik otoritarian masa lalu.

Survei ini juga menyoroti risiko bias kebijakan jika perwira militer mengisi posisi strategis di lembaga sipil. Pengambilan keputusan yang seharusnya berbasis demokrasi dan profesionalisme dikhawatirkan bergeser ke pendekatan militeristik yang kaku dan hierarkis. Sejarah Orde Baru menjadi pengingat betapa integrasi militer dalam pemerintahan sipil dapat mengancam hak-hak masyarakat dan transparansi demokrasi.

Temuan ini menguatkan resistensi publik yang terlihat dari aksi massa menolak revisi UU TNI. Seiring proses pembahasan revisi terus berjalan, tekanan masyarakat diharapkan menjadi pertimbangan kritis bagi pemerintah dan DPR untuk mengutamakan semangat reformasi 1998.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI