Aceh Palungnya Emas Biru
Font: Ukuran: - +
Secara geografis perairan Aceh sangat dekat dengan kawasan Selat Malaka. Jalur ini merupakan salah satu rute pelayaran yang paling padat di dunia. Aktifitas laut ini membuat jalur tersebut mendapat julukan jalur emas.
Jalur emas tersebut memberikan efek yang sangat baik bagi maritim Aceh. Provinsi paling ujung barat Sumatra ini luas daratanya mencapai 57.365,67 Km persegi. Luas lautan Aceh, jauh lebih besar dibandingkan daratan. Aceh dipagari dengan lautan, dikelilingi Samudera Indonesia di wilayah Barat- Selatan Aceh, dan Selat Malaka serta perairan Andaman di wilayah Utara-Timur Aceh, dengan panjang garis pantai 2.666,27 Km.
luas perairan di bumi Iskandar Muda ini mencapai 295.370 Km persegi. Terdiri dari perairan teritorial dan kepulauan 56.563 Km persegi, serta perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) 238.807 Km persegi. Potensi lestari diperkirakan mencapai 272,7 ribu ton pertahun. Jumlah kapal penangkap ikan mencapai 16.701 unit dengan jumlah nelayan 64.466 orang. Luas tambak diperkirakan mencapai 53.000 Ha.
Potensi Aceh yang luar biasa itu berpeluang menjadikan provinsi dengan masjid Baiturahman ini untuk mengembangkan program emas biru dan emas hijau. Potensi itu disebutkan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Letjen TNI Doni Monardo, saat berkunjung ke Provinsi Aceh pada 23 November 2018.
Doni Monardo mengungkapkan, Aceh memiliki kekayaan alam yang mampu mewujudkan program Wantanas untuk ketahanan pangan di Indonesia. Potensi Aceh sangat besar dalam mengembangkan program emas biru dan emas hijau.
Menurut Sekjen Wantanas itu, program emas biru lebih difokuskan pada pengembangan sektor perikanan, sumber daya laut hingga geografis laut di Indonesia. Sedangkan Program emas hijau fokus pada sektor pertanian, sumber daya hayati yang kaya dimiliki oleh alam Indonesia.
Mari kita lihat apakah Aceh memiliki potensi untuk itu. Bukalah data Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh terkait jumlah petani-nelayan dan produksi perikanan laut . Menurut data ini kabupaten-kota di Aceh, pada tahun 2015 produksi perikanan laut mencapai 165 778.80 ton.
Angka ini adalah fakta yang diperoleh dari kabupaten-kota dengan hasil produksinya. Simeulue 6 630.90 ton, Aceh Singkil 9506.80 ton, Aceh Selatan 18 479.40 ton, Aceh Timur 10 027.40 ton, Aceh Barat 9 310.30 ton, Aceh Besar 9 390.10 ton, Pidie 9 400.90 ton, dan Bireun 16 494.30 ton, Aceh Utara 9 309.30 ton, Aceh Barat Daya 8 072.20 ton, Aceh Tamiang 4 593.30 ton, Nagan Raya 4 617.40 ton, Aceh Jaya 9 042.10 ton, Pidie Jaya 6 973.50, Banda Aceh 9 313.20 ton, Sabang 5 150 ton, Langsa 14 195.30 ton, dan Lhokseumawe 5 272.40 ton.
Berpedoman dari i data BPS Aceh, ternyata potensi sangat kaya sumber daya di sektor perikanan dan kelautan mendatangkan pendapatan bagi Pemerintah Aceh. Kekayaan Aceh itu dan menjadi sumber pendapatan juga disampaipan akademisi Universitas Malikussaleh (Unimal) Prof. Dr Apridar, menurutnya maritim Aceh menyimpan potensi yang sangat besar dan apabila dikelola dengan baik bisa dijadikan sebagai alat untuk mendongkrak perekonomian.
Apridar menjelaskan, pelabuhan yang ada di Aceh sangat dekat perairan Selat Malaka, sehingga bisa dimanfaatkan dengan baik. Apalagi kalau seandainya bisa jadikan sebagai tempat transit bagi kapal-kapal yang melewati perairan Selat Malaka.
"Secara geografis Aceh sangat dekat dengan perairan Selat Malaka dan ini adalah potensi emas yang harus bisa kita manfaatkan. Coba bayangkan saja kalau seandainya pelabuhan di Aceh bisa dijadikan sebagai tempat transit, maka bisa kalah saing pelabuhan yang ada di Singapura," ujar Apridar.
Bagaimana sikap Pemerintahan Aceh melihat potensi ini? Dalam memgembangkan program emas biru tersebut, Pemerintah Provinsi Aceh serius dalam mengembangkan sejumlah perangkat-perangkatnya, agar segala potensi maritim Aceh bisa berkembang dengan baik.
Guna mewujudkan keberhasilan konsep emas biru, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Aceh Muhammad Raudhi mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak PT Pelindo, KSOP dan pihak terkait, agar proses ekspor impor di Aceh bisa berjalan dengan baik.
Bukan hanya itu saja, pihaknya juga fokus melakukan pelatihan dan bimbingan teknologi (bimtek) kepada sejumlah pelaku industri kecil, sehingga hasil yang telah diproduksi tersebut bisa di impor ke sejumlah negara lainnya.
"Kami sangat fokus melakukan pengembangan sektor maritim Aceh, sehingga bisa memacu perekonomian Aceh dan mampu menekan jumlah angka pengangguran di Provinsi Aceh," tutur Muhammad Raudhi.
Begitu juga dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh merespon, siap memajukan konsep emas biru untuk mendukung program Aceh hebat. Apalagi kawasan maritim Aceh memiliki pengaruh yang besar.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Cut Yusminar, mengatakan pengembangan konsep emas biru tersebut, nantinya juga akan mampu mendongkrak para pelaku Unit Usaha Kecil dan Menengah (UKM), serta membuka potensi perekonomian baru dan menambah pendapatan daerah.
Penguatan Industri Kecil dan Menengah akan dilakukan, seperti penguatan industri benih-benih, pakan ikan dan industri pengolahan ikan. Diharapkan dengan adanya home industri tersebut, mampu menampung tenaga kerja 5 sampai 10 orang untuk satu home industri.
"Kami siap menerapkan konsep emas biru yang diwacanakan oleh Dewan Ketahanan Nasional, apalagi maritim kita menyimpan potensi yang dan juga didukung penguatan idustri kecil dan unit usaha kecil," tutur Cut Yusminar.
Kadis Keluatan dan Perikanan ini menambahkan, guna mengoptimalkan pengelolaan hasil dari perikanan dan kelauatan "konsep emas biru", saat ini pemerintah sedang menyiapkan pelabuhan bertaraf internasional di Lampulo.
Direncanakan pelabuhan bertaraf internasional ini akan memiliki kolam labuh 80 Ha, di mana 10 Ha diantaranya sedang dalam penyelesaian dan baru dapat menampung lebih kurang 200 kapal penangkap ikan berukuran di bawah 40 Gt.
Sedangkan kapal yang nantinya melakukan aktivitas dan merapat di pelabuhan perikanan Lampulo diperkirakan lebih 400 unit. Kolam labuh yang belum terbangun diharapkan segera dibangun agar pelabuhan ini kelak bisa menjadi pelabuhan ekspor.
Di samping kolam labuh, pemerintah Aceh juga sedang melengkapi pembangunan fasilitas darat lainnya seperti pabrik es, cold storage dan berlanjut kepada pabrik pengalengan ikan. Selama ini, bahan baku industri perikanan lebih dari 80% yang didapat dari perairan Aceh dibawa keluar, sehingga nilai tambahnya belum dapat dinikmati oleh para nelayan dalam upaya meningkatkan pendapatan dan taraf hidupnya.
Bila potensi yang dimiliki Aceh mampu dimanfaatkan dengan baik, selain menekan angka pengganguran, menaikan taraf perekonomian masyarakat, dan juga tak kalah pentingnya pemerintahan Aceh akan mendapatkan sumber pendapatkan daerah.
Pemerintah Aceh harus memanfaatkan peluang ini dengan sebaik mungkin. Bukan hanya menunggu rejeki untuk hadir, namun mampu menyiapkan galah untuk mengait rejeki. 80 persen bahan baku perikanan di Aceh yang selama ini dibawa keluar, harus mampu dimanfaatkan di tanah endatu.
Bila potensi ini mampu dimanfaatkan secara optimal, senyuman nelayan dan gemerincingnya pundi emas untuk pendapatan daerah, akan membuat program emas biru dan emas hijau ini menunjukkan gemerlapnya. (M. Agam Khalilullah)