Polri dan Dewan Pers Menguatkan Perlindungan Terhadap Produk Jurnalistik
Font: Ukuran: - +
Reporter : Biyu
Ilustrasi produk jurnalistik tidak dapat di pidana. Foto: net
DIALEKSIS.COM | Dialektika - Dalam menghadapi dinamika pemberitaan di era digital, Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), Komjen Pol Agus Andrianto, menekankan pentingnya menghargai produk jurnalistik yang dihasilkan melalui proses yang sah dalam jurnalisme, yang dilakukan oleh perusahaan pers yang legal. Beliau menyatakan bahwa produk-produk tersebut tidak dapat dipidanakan, sesuai dengan pernyataan yang dikutip dari sumber terpercaya.
Menurut Komjen Pol Agus Andrianto, produk jurnalistik yang dihasilkan juga tidak dapat disangkutkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Beliau menegaskan bahwa kesepakatan antara Polri dengan Dewan Pers, yang diperbarui, wajib dipatuhi oleh kepolisian.
Imran Joni, Penanggung Jawab Harian dari Rakyat Aceh dan sebelumnya Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) Aceh, menjelaskan bahwa Persatuan Wartawan Indonesia bersama Polri telah menjalin kerja sama sejak tahun 2016 untuk menyelesaikan sengketa antara pers dan publik. Menurutnya, media memiliki kewajiban untuk melakukan klarifikasi atau memberikan hak jawab kepada pihak yang terkait, dan masyarakat dapat melaporkan keluhan mereka kepada Dewan Pers.
Imran menekankan pentingnya keseimbangan dalam pemberitaan, atau yang dikenal dengan istilah "cover both sides", untuk mencegah media dari tindakan hukum yang berkaitan dengan pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyenangkan, sesuai dengan hukum yang berlaku.
Hak Jawab dan Koreksi dalam Menanggapi Pemberitaan Keliru
Imran juga menjelaskan bahwa dalam kasus pemberitaan yang salah atau tidak akurat, terdapat hak jawab dan hak koreksi yang diatur dalam hukum pers. Wartawan memiliki kewajiban untuk segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat, disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan pemirsa.
Menurut Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya, Djoko Agung Heryadi, Undang-Undang ITE tidak membatasi kebebasan pers, namun justru memberikan perlindungan bagi insan pers dalam menjalankan jurnalisme berdasarkan Undang-Undang Pers. Agung menyatakan bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, wartawan yang menjalankan tugasnya sesuai dengan UU Pers dilindungi haknya. Penghinaan dan pencemaran nama baik dalam UU ITE juga ditegaskan oleh Agung, dan pembatasan dalam cyberspace diatur untuk melindungi hak asasi manusia dan nilai-nilai moral.
Dengan kerjasama antara Polri dan Dewan Pers serta pemahaman akan hak dan kewajiban dalam dunia jurnalistik, diharapkan dapat tercipta lingkungan informasi yang sehat dan berkualitas bagi masyarakat, khususnya dalam menghadapi era digital yang semakin kompleks.