DIALEKSIS.COM | Dialog - Pada Rabu, 12 November 2025, Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) Aceh melaksanakan Launching dan Bedah Buku Nasional PISPI di Gedung MPR Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Kegiatan berskala nasional ini mendapat apresiasi dari Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat PISPI, Kamhar Lakumani, SP, MM, yang menyampaikan sambutan pembuka melalui Zoom dari Mamuju, Sulawesi Barat.
Buku berjudul “Harapan Baru Pertanian Indonesia” ini merupakan karya kolektif para anggota PISPI dari berbagai wilayah. Acara berlangsung secara hybrid dan dihadiri peserta dari Aceh hingga seluruh Indonesia.
Untuk menggali lebih dalam latar belakang penyusunan buku serta visi yang ingin diusung PISPI, Dialeksis mewawancarai secara eksklusif Ketua PISPI Aceh, Ir. Azanuddin Kurnia, SP, MP, IPU, ASEAN Eng.
Acara launching dan bedah buku terlihat sangat sukses dan mendapat apresiasi dari Sekjen PISPI. Bagaimana proses awal hingga buku ini dapat terwujud?
Gagasan penulisan buku ini lahir dari Rapat Kerja PISPI yang dituangkan dalam program kerja pada akhir 2021. Namun pembahasan serius dimulai pada pertengahan 2023 melalui rapat pengurus. Saat itu, Dr. Muhammad Yasar meminta kami mulai menulis dan menyusun gagasan dalam bentuk buku.
Saya kemudian mengajak seluruh pengurus PISPI Aceh untuk menyumbangkan tulisan, baik opini maupun analisis, terkait dunia pertanian. Tulisan-tulisan tersebut bisa berasal dari publikasi sebelumnya atau naskah baru.
Mengapa PISPI merasa perlu menuangkan gagasan dalam bentuk buku?
Kami meyakini pepatah, “Ilmu adalah buruan, dan tulisan adalah ikatannya.” Cara terbaik menjaga ilmu agar tetap hidup adalah dengan menuliskannya.
Sejarah menunjukkan, ilmu para ulama dan pemikir besar bertahan karena mereka menulis. Bahkan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah SAW pun diabadikan dalam Al-Qur’an dan hadis.
Dengan menulis, kami berharap gagasan-gagasan ini memberi manfaat bukan hanya bagi organisasi, tetapi juga bagi masyarakat, pemerintah, dan lingkungan.
Anda menyinggung budaya Aceh yang kuat dalam tradisi lisan. Bagaimana kaitannya dengan dorongan menulis ini?
Sebagai organisasi profesi, PISPI berada di lingkungan akademik yang terbiasa dengan buku, jurnal, dan berbagai referensi tertulis. Namun dalam keseharian, masyarakat Aceh sangat kuat dengan budaya lisan “cakap-cakap”, terutama di warkop. Setiap hari ribuan warung kopi penuh dari berbagai kalangan. Banyak ide besar tercetus di sana.
Seandainya semua percakapan itu dituliskan, mungkin ribuan buku dapat dihasilkan. (sambil tertawa) Artinya, potensi literasi sebenarnya sangat besar. Tinggal bagaimana membiasakan diri menuangkan gagasan ke dalam tulisan.
Jadi Anda tidak bermaksud membandingkan budaya lisan dan budaya tulis?
Tidak. Saya hanya ingin menegaskan bahwa menulis itu penting. Bahkan di warkop saja banyak kalimat inspiratif, seperti “tanpa kopi, tak ada cerita”. Ini menunjukkan bahwa budaya kita kaya makna.
Jika kita menengok sejarah, Aceh memiliki tradisi intelektual yang kuat. Ulama besar seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin Ar-Raniry, dan Abdurrauf as-Singkili meninggalkan karya monumental yang memengaruhi peradaban Islam di Nusantara.
Tradisi menulis itu seharusnya menjadi teladan bagi kita.
Apa target utama PISPI melalui penerbitan buku ini?
Pertama, menumbuhkan kebiasaan menulis di kalangan pengurus PISPI. Banyak ide besar yang sehari-hari muncul sebenarnya layak menjadi karya ilmiah maupun referensi kebijakan. Kedua, kami berharap isi buku ini bisa dibaca luas dan memberi manfaat, minimal menambah wawasan.
Jika kelak dapat menjadi salah satu rujukan pemerintah dalam pengambilan kebijakan, tentu itu menjadi nilai tambah. Penerbitan buku ini juga menjadi bagian dari legacy PISPI Aceh pada periode kami memimpin.
Para pembedah buku memberikan banyak apresiasi. Bisa Anda jelaskan beberapa poin pentingnya?
Betul. Berbagai pandangan yang disampaikan sangat berharga. Seperti pemikiran dari Dr. Tedy Dirhamsyah, SP, MAB menilai buku ini menunjukkan kepedulian PISPI Aceh terhadap isu pertanian nasional serta komitmen mendukung program ketahanan pangan. Pandangan serupa juga disampaikan Dr. Juanda dari ISMI Aceh mengingatkan bahwa pertanian tak bisa dipisahkan dari industri, pasar, teknologi, dan jejaring tenaga kerja. Dr. Saiful dari Perhepi menyoroti pentingnya peningkatan nilai tambah produk pangan, yang masih menjadi PR panjang. Fadhli Ali dari Apkasindo mengapresiasi pembahasan STDB dan ISPO serta berharap ada kelanjutan buku untuk edisi berikutnya. Afrizal Akmal menekankan relevansi isu konservasi pertanian di tengah perubahan iklim dan berharap buku selanjutnya dapat menghubungkan gagasan dengan implementasi. Terakhir Ratnalia Indriasari menilai buku ini netral gender dan menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki peran strategis dalam ketahanan pangan.
Semua saran dan apresiasi itu menjadi penyemangat bagi kami.
Siapa saja mitra PISPI dalam penyelenggaraan kegiatan ini?
Kami berterima kasih kepada Dekan FP USK beserta jajarannya, Kadistanbun Aceh, Dialeksis yang selalu memberitakan kegiatan PISPI, USK Press, Perhepi, ISMI, Pusat Riset Pertanian dan Pengembangan Masyarakat, Himasep, HMI FP USK, IKASEP, serta seluruh rekan media.
Tentu penghargaan khusus kami sampaikan kepada para penulis dan seluruh pengurus PISPI Aceh dan PISPI Pusat.
Pertanyaan terakhir. Anda dikenal sangat sibuk berorganisasi, bekerja, menulis, hingga kuliah S3. Bagaimana Anda menjalani semua itu?
(tertawa ringan) Tidak ada resep khusus. Saya hanya berusaha menikmati setiap proses dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin, meski kadang masih ada waktu yang terbuang.
Kuncinya adalah totalitas dan keikhlasan.
Jika dikerjakan dengan niat baik, insya Allah yang berat akan terasa ringan. Resep sederhana saya adalah: B + B = B (Bersyukur + Bersabar = Bahagia). Mohon doa agar semua yang saya jalani diberi kelancaran.
Wawancara ini ditutup dengan tawa hangat Azanuddin Kurnia, mencerminkan ketulusan dan energi positif yang ia bawa dalam setiap aktivitas. Masih banyak hal yang ingin didalami, namun waktu yang terbatas membuat sesi harus diakhiri.
Terima kasih kepada Ir. Azanuddin Kurnia. Semoga PISPI terus melahirkan karya dan berkontribusi bagi kemajuan pertanian Indonesia.