kip lhok
Beranda / Dialog / Revisi UUPA Wajib Inklusif dan Menguatkan Aceh

Revisi UUPA Wajib Inklusif dan Menguatkan Aceh

Senin, 27 Maret 2023 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Juanda Djamal Acehnese Civil Society Task Force (ACSTF)


DIALEKSIS.COM | Dialog - Produk hukum Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) sudah berjalan satu dekade lebih (17 tahun), dimana saat ini sedang berlangsung kegiatan merevisi UUPA. 

Mencermati fenomena itu Dialeksis.com berbincang langsung bersama Juanda Djamal inisiator sekaligus pemimpin lembaga Acehnese Civil Society Task Force (ACSTF) yang fokus memperjuangkan perdamaian di Aceh sehingga terwujud. Seperti apa pemikirannya, simak isi wawancaranya.

Saat ini sudah masuk agenda revisi UUPA, bahkan sudah bergerak dari kalangan legislative. Bagaimana seharusnya revisi UUPA itu dilakukan?

Revisi ini merupakan momentum untuk mengefektifkan pelaksanaan UUPA kedepan, selama ini memang memiliki kendala terutama kesepahaman menjalankan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Aceh. Pasal 7 poin (2) dengan ditambahkannya urusan pemerintahan yang bersifat nasional, maka segala kewenangan di Aceh ya sebagaimana juga berlaku di provinsi yang lain. ini salah satu contoh, maka jika ada peluang direvisi maka sebaiknya pasal ini menjadi utama untuk diubahnya agar sesuai dengan perjanjian perdamaian 15 Agustus 2005. 

Maksudnya, penjelasan lebih lanjut bagaimana?

Dimana keweangan Pemerintah tersebut hanya meliputi hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama. Jadi, kalau pasal ini berubah maka kewenangan pemerintah Aceh dapat lebih efektif dijalankan.

Momentum penting itu agar dimaksimalkan kewenangan Aceh perlu dilakukan?

Momentum ini juga semestinya diambil sebagai langkah konsolidasi politik Aceh juga, maka sebaiknya prosesnya dapat inklusif.

Saat ini legislatif “DPRA” sedang melakukan pembahasan revisi UUPA, apa sikap Anda?

Menurut hemat saya, langkah DPR Aceh membentuk Tim Advokasi revisi UUPA sudah tepat, dan melakukan langkah sosialisasi dan menyerap aspirasi di 23 Kabupaten/Kota merupakan langkah untuk membuat proses ini menjadi inklusif.

Selain itu, semangat 17 tahun yang lalu, prosesnya sangat partisipatif maka momentum ini juga dapat membangun kembali imajinasi politik rakyat Aceh dalam membangun masa depan Aceh.

Bisa review perjalanan advokasi UUPA saat itu?

Memang kalau kita sedikit review, dulu nuansa dan semangat membangun struktur dan sistem politik lebih kuat, karena UU ini dapat mengakomodir langkah politik GAM dalam membangun Aceh yang berkeadilan dan sejahtera.

Terus upaya kedepannya agar semakin baik isi UUPA, tindakannya harus bagaimana?

Maka kedepan, ada baiknya juga, nuansa dan semangat baru juga harus terus diperkuat, okelah kita memiliki struktur politik Aceh yang berbeda dengan provinsi lain yaitu adanya partai politik lokal dan calon perorangan. Namun kedepan, semangat kita mesti kita arahkan juga pada sistem ekonomi dan sistem budaya kita. Regulasi yang mengatur tentang pengelolaan Sumber Daya Alam kita harus lebih kuat, misalnya pengelolaan migas, pertambangan, SDA kelautan kita yang jangan dibatasi pada 12 mil namun sampai 200 mil.

Sistem ekonomi yang lebih jelas maka memberikan jalan keluar untuk menurunkan angka kemiskinan kita karena sistem dan struktur ekonomi membuka akses pada rakyat Aceh untuk mengembangkan perdagangannya secara lebih mandiri.

Begitu pula dalam konteks budaya, maka harus diperhatikan, politik dan ekonomi tanpa didukung oleh budaya maka kering, karena kita terlalu lama dalam keadaan konflik maka pemulihan ekonomi dan politik harus juga didukung oleh langkah kebudayaan yang menyeluruh.

Kembali singgung terkesan legislatif yang peduli urusan revisi UUPA ini, apa respon Anda?

Memang selama ini, kecenderungannya DPRA saja yang mulai bergerak, padahal selama ini carut marut tata kelola pemerintahan dan birokrasi dirasakan oleh eksekutif. Pemerintah Aceh dalam hal ini Pj Gubernur melalui perangkatnya juga harus membangun kepentingan yang sama dengan DPRA Aceh.

Harus difahami oleh kalangan eksekutif, dimana selama ini yang dirasakan langsung keterbatasan kewenangannya kan di eksekutif, mereka yang menghadapi ketika peraturan menteri mendegradasi aturan yang sudah diatur dalam isi UU No.11/2006.

Seharusnya agar bersinergis eksekutif dan legislatif, seperti apa?

Semestinya, eksekutif harus membentuk tim juga sehingga dulu kan kita pernah terbangun semangat yang sama, jadi semestinya langkah tersebut kita tumbuhkan kembali. Termasuk OMS Aceh, mari kita harus jadikan momentum revisi ini untuk merefleksikan dan membangun kembali langkah-langkah politik pembangunan Aceh yang berdaulat, berkeadilan dan sejahtera.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda