Strategi Alternatif Perluasan Ibokota Provinsi Aceh
Font: Ukuran: - +
Rencana Tata Ruang Terintegrasi Banda Aceh - Aceh Besar, Sebuah Strategi alternatif untuk perluasan ibukota provinsi Aceh
Wawancara khusus Dialeksis dengan Dr. Fahmi Abduh terkait dengan Konsep Rencana Pengembangan Ibukota Provinsi Aceh melalui Implementasi Konsep Greater City.
Bertempat di Ruang Potensi Daerah Kantor Setda Provinsi Aceh telah dilakukan rapat koordinasi Rencana Pengembangan Pembangunan Ibukota Provinsi Aceh yang dihadiri oleh unsur Pemerintah Pusat, yaitu Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dan unsur Pemerintah Daerah, yang terdiri atas Pemerintah Provinsi Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar.
Terkait itu Dialeksis mewawancarai Dr. Fahmi Abduh selaku Staf Teknis dan juga sekaligus sebagai Kasi Pembinaan Kota dan Perkotaan Subdit Wilayah Sumatera, Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, beliau telah memaparkan konsep rencana pengembangan Ibukota Provinsi tersebut.
Untuk mengetahui secara lebih detail terkait dengan bagaimana sebenarnya rencana konsep pembangunan tersebut. Lebih jauh, kami juga meminta Dr. Fahmi Abduh untuk menjelaskan konsep tersebut dari aspek pendekatan ilmiah karena Dr. Fahmi juga memiliki kepakaran di bidang Dynamic Spatial Modelling, Land Use and Transport Interaction, lulusan dari University of Leeds UK, Inggris.
Berikut kutipan wawancara khusus tersebut :
Bagaimana sebenarnya konsep rencana pembangunan terintegrasi yang didesain dalam mewujudkan Banda Aceh – Aceh Besar Greater City tersebut ?
Sebelum saya masuk untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu saya sampaikan bahwa usaha rencana pengembangan Ibukota Provinsi Aceh sudah mulai diinisiasi sejak tahun 2010 oleh Almarhum Bapak Ir Mawardi Nurdin, M.Sc.Eng yang ketika itu adalah Walikota Banda Aceh. Kemudian ide tersebut disampaikan dalam pertemuan segitiga antara Gubernur Aceh, Walikota Banda Aceh dan Bupati Aceh Besar ketika itu (Serambi Indonesia, 27 Agustus 2010). Proposal awal yang disampaikan oleh Walikota Banda Aceh ketika itu, salah satunya mengacu kepada kesimpulan hasil kajian yang dilakukan Pusat Kajian dan Pengembangan Bisnis Ekonomi, Sosial, dan Teknik Universitas Syiah Kuala (PKP-BEST Unsyiah) yang dilakukan pada tahun 2009 dengan tajuk Survei yaitu : Kajian Pengembangan Ibu Kota Provinsi Aceh.
Namun demikian, ide tersebut ditolak oleh Kabupaten Aceh Besar ketika itu karena alternatif strategi yang dikemukakan adalah "Perluasan Ibukota Provinsi Aceh" menggunakan konsep Perluasan Wilayah Administrasi Kota Banda Aceh". Belakangan ide tersebut muncul kembali di awal pelantikan Bupati Aceh Besar yang langsung disampaikan Gubernur Aceh ketika itu (Serambi Indonesia, 10 Juli 2017) dan langsung ditanggapi oleh Bupati Aceh Besar dua hari kemudian dengan isyarat yang tidak jauh berbeda dengan hasil pertemuan 7 tahun lalu jika Opsi yang diambil adalah "Perluasan Wilayah Administrasi Kota Banda Aceh" (Serambi Indonesia, 12 Juli 2017).
Dalam perspektif akademis, opsi yang dapat dipilih untuk melakukan pengembangan ibukota Provinsi Aceh tidak hanya dapat dilakukan melalui opsi perluasan wilayah administrasi yang cukup sulit untuk dapat diterima oleh wilayah perbatasan yang wilayahnya akan berkurang sebagai akibat dari implementasi strategi tersebut. Dalam hal ini, Pemerintah Aceh Besar akan cukup sulit menerima usulan perluasan Ibukota Provinsi Aceh dengan alternatif perluasan wilayah administrasi Kota Banda Aceh.
Strategi Greater City ini adalah sebuah alternatif startegi paling minim risiko dan biaya yang akan paling mungkin dapat diterima (win-win solution) oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh dalam rangka memecah kebuntuan persoalan pembangunan regional Banda Aceh dan Aceh Besar dan mengintegrasikan rencana pembangunan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan. Perlu ditekankan dengan sangat kuat bahwa implementasi dari konsep the Greater Banda Aceh – Aceh Besar ini tidak akan tidak akan mengubah batas wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar. Konsep ini akan lebih mengarahkan strategi pengembangan wilayah perkotaan untuk lebih fokus dalam konteks rencana pembangunan tata ruang terintegrasi dan sinergis antara wilayah administratif Banda Aceh dan Aceh Besar dalam kerangka perencanaan pengembangan Ibukota Provinsi Aceh yang terpadu dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Bentuk Kerjasama bagaimana yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan rencana pembangunan terintegrasi dalam wilayah administrasi Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar tersebut ?
Bentuk kerjasama strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengarahkan kebijakan dan strategi Pemerintah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar berada dalam koridor besar visi Pengembangan Ibukota Provinsi Aceh untuk mencapai visi bersama yang kemudian dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Masing kabupaten/kota tersebut. Untuk mengimplementasikan hal tersebut, maka diperlukan acuan arahan pengembangan ibukota Provinsi yang akan dituangkan ke dalam Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Provinsi (KSP). RTR KSP merupakan rencana rinci tata ruang dari RTRW Provinsi yang kemudian akan menjadi acuan bersama bagi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar yang kemudian akan diterjemahkan lebih detail dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam wilayah pengembangan Ibukota Provinsi. RDTR yang mengacu kepada arahan RTR KSP ini akan menjadi acuan dalam proses pemberian izin pemanfaatan ruang yang akan menjadikan proses pembangunan menjadi terintegrasi sehingga lebih tertata, rapi, nyaman dan berkelanjutan.
Kendala Utama apa yang akan dihadapi ?
Kendala adalah Tantangan yang akan memacu kita untuk berfikir lebih keras mencari alternatif solusi yang paling baik dan tentunya dapat diterima untuk diimplementasikan. Sepanjang Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar mau dan bertekad untuk mewujudkan visi besar tersebut maka Insya Allah tidak ada kendala berarti yang akan dihadapi.
Strategi Greater City yang ditawarkan tersebut adalah alternatif strategi yang dimunculkan melalui pendekatan berbasis evidence based-strategy dengan sangat mengutamakan kemaslahatan dalam proses perkembangan wilayah perkotaan dalam dua kawasan administratif Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Saya kira tentu aspek kemaslahatan bersama juga akan menjadi pertimbangan prioritas bagi Pemerintah Provinsi Aceh bersama Pemerintah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.
Dampak apa yang akan dirasakan di kemudian hari jika Banda Aceh – Aceh Besar Greater dapat diwujudkan ?
Dampak terbesar yang akan dirasakan adalah rencana pembangunan akan menjadi lebih baik dan berkualitas. Salah satunya, melalui rencana dan implementasi pembangunan infratsruktur di masa yang akan datang, tingkat kualitas hidup masayarakat Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar akan menjadi lebih baik dalam lingkungan kawasan perkotaan yang lebih tertata dan nyaman. Tingkat investasi di kawasan perkotaan juga diharapkan akan menjadi lebih baik untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi regional dalam wilayah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.